Materi I
TAFSIR TARBAWI
(apa dan mengapa?)
Pengantar dan Definisi
Rentetan sejarah tafsir al-Qur`an menceritakan kepada
kita tentang proses, fase-fase dan evolusinya. Banyak referensi yang telah
mengupas peta, corak, model, ittijâh (kecenderungan) serta manhaj (metode)
penafsiran sejak zaman nabi hingga masa sekarang. Jika dilihat dari modelnya,
maka penafsiran dapat diklasifikasikan menjadi dua. Yaitu tafsir top-down
yang berangkat dari refleksi (teks) ke praksis (konteks) dan tafsir bottom-up
yang berangkat dari praksis (konteks) menuju refleksi (teks). Menurut pemetaan
beberapa sarjana, sejak awal hingga pertengahan abad
ke-20, tafsir al-Qur`an diwarnai dengan model top-down. Namun seiring
dengan tuntutan zaman, para penafsir mulai mengaplikasikan model tafsir bottom-up. Salah satu bentuknya adalah ittijâh
(kecenderungan) tafsir tarbawi yang dapat didefinisikan sebagai, tafsir
yang menitikberatkan pada masalah tarbiyah dalam rangka membangun peradaban
yang sesuai dengan petunjuk dan spirit al-Qur`an.
Tafsir tarbawi,
muncul sebagai solusi alternatif atas problematika intelektual, emosional maupun spiritual, dan
meruahnya berbagai tantangan manusia yang hanyut dalam peradaban destruktif. Wacana
dan isu tafsir tarbawi yang akan kita kaji antara lain:
- Falsafah Tarbiyah
dalam al-Qur`an
- Falsafah Iqra’
dan keutamaan ilmu
- Alam semesta untuk
makrifatullah
- Kekhalifahan
manusia dalam al-Qur`an
- Fitrah manusia
dan human dignity
Dari definisi tafsir tarbawi dan beberapa wacana yang
kami sebut di atas, mungkin akan muncul pertanyaan tentang metodologi tafsir
tarbawi serta dimensi filosofinya yang mencakup ontologi (apa), epistemologi
(bagaimana) dan aksiologi (mengapa/untuk apa). Di sini, kami tidak secara
spesifik mengupas ontologi dan epistemologi dari tafsir tarbawi, dan akan lebih
intens untuk mengkaji dimensi aksiologis tafsir tarbawi. Karena tujuan dari
materi ini adalah, bagaimana kita mendapatkan motivasi dan inspirasi untuk
mengaplikasikan spirit tafsir tarbawi dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sehingga al-Qur`an betul-betul memainkan perannya sebagai petunjuk dan way
of life bagi manusia.
Idealnya memang, kajian materi ini cukup memiliki dasar
dan nuansa ketafsiran yang ilmiah, bukan sekedar pembacaan ulang dari terjemah
al-Qur`an atau pencarian arti bahasanya. Karena pencarian makna kosakata dalam
teks al-Qur`an, terkadang kurang memberikan pemahaman dan penghayatan yang
sugestif. Apalagi jika kita sendiri tidak yakin dengan validitas penerjemahan
makna al-Qur`an dan otentisitas penafsirannya.
Visi Tarbawi Al-Qur`an
Bumi manusia selalu penuh problematika. Terlebih pada
masa sekarang, di mana kondisi semakin riuh dengan segala dimensinya yang
kompleks dan akut. Allah Maha Pemberi Rahmat. Dia bukanlah Tuhan yang “cuek”
dengan kebingungan dan kegelisahan manusia. Al-Qur`an sebagai firman-Nya yang
terakhir dan diwahyukan kepada nabi terakhir, adalah “Tali Allah” yang dapat
menjadi pegangan manusia agar tidak salah menentukan dua pilihan, yaitu bahagia
atau nestapa.
Sejak diturunkan secara gradual dan
sporadis sesuai kebijakan Allah, al-Qur`an telah berperan dalam membebaskan
manusia dari cengkeraman kesesatan, dan menjadi “Perahu Nuh” menuju keselamatan
dunia-akhirat. Al-Qur`an diturunkan bukan semata
untuk dibaca atau dikultuskan dalam berbagai ritual dan event. Namun dimensi
makna yang terkandung dalam teks suci tersebut, memuat banyak ajaran yang
mencerahkan, mencerdaskan, dan kaya dengan visi tarbawi. Oleh sebab itulah,
al-Qur`an mempunyai banyak nama lain yang menjustifikasikan nilai-nilai
tersebut. Misalnya Hudâ (petunjuk), Syifâ`(obat bagi penyakit
umat), Furqân (pemisah antara kebenaran dan kebatilan), Nûr
(cahaya), Rahmah (rahmat), Hikmah (kebijaksanaan), Busyrâ
(kabar gembira) dan sebagainya. Al-Qur`an juga mempunyai beberapa sifat
seperti: Majîd (jaya) dan Karîm (mulia) yang mengisyaratkan
kepada kita, bahwa jika kita ingin membangun peradaban yang berjaya dan mulia,
maka kita harus berpegang teguh kepada spirit dan petunjuk al-Qur`an.
Nama-nama
lain dari al-Qur`an dan sifatnya seperti dicontohkan di atas, bukanlah sekedar
sebutan indah dan retoris. Namun esensinya, telah dibuktikan oleh sejarah dan
realita empiris kurang lebih 13 abad. Contoh yang paling konkret dan tak
terbantahkan adalah, keberhasilan al-Qur`an dalam merubah suku badui yang
nomaden, ummiy (buta huruf dan buta tulis) serta tidak diperhitungkan
dalam peta politik internasional, menjadi sebuah komunitas yang berhasil
mengalahkan dua imperium super-power saat itu, yaitu Romawi dan Persia.
Sehingga melahirkan dinasti Islam yang diakui kebesarannya oleh setiap muslim
maupun non muslim.
Harus
disadari bahwa kejayaan Islam yang disebutkan di atas, sekarang sekedar menjadi
sejarah dan nostalgia. Setelah Khilafah Utsmaniyah runtuh (baca:diruntuhkan)
pada tahun 1924 M, maka umat Islam telah memasuki era baru yang penuh dengan
duka, nestapa dan bencana. Jarum peradaban dunia berubah dan berputar. Memang
demikianlah sunnatullah. Kini, umat Islam dituntut untuk mengembalikan zaman
kejayaannya. Semata-mata bukan didasari oleh jiwa imperialis atau hegemonis.
Namun karena umat manusia telah larut dalam kesesatan dan terlena oleh biusan
peradaban destruktif. Sebuah peradaban yang telah merubah manusia menjadi lebih
terkutuk daripada setan!. Agaknya, banyak manusia yang hidup di masa kini,
secara substansial tidak jauh berbeda dengan generasi jahiliyah sebelum Islam
datang. Dan inilah kesempatan bagi umat Islam, agar melakukan instrospeksi dan
sadar dengan perannya untuk mengemban tugas mulia. Yaitu membebaskan manusia
dari kesesatan menuju cahaya hidayah, yang dimulai dengan memahami al-Qur`an
lalu mengamalkan dan mengoperasionalkan pesannya untuk menyelamatkan peradaban.
Semoga Allah memberikan taufiq dan ridha-Nya, Amin.
Materi
II
FILSAFAT
TARBIYAH DALAM AL-QUR`AN
(menggagas konsep
tarbiyah Islami)
Prolog
Bagi sebagian kalangan, kata filsafat cukup menebarkan
was-was dan kecurigaan. Kata ini, memang mempunyai sejarah yang cukup getir
dalam dinamika umat manusia. Tak terkecuali umat Islam. Di sini, kami tidak
akan merepitisi hiruk pikuk dan dialektika yang hanya menebar horor maupun
teror. Untuk kali ini, kami akan sependapat dengan Shakespeare, sastrawan dan
dramawan kesohor asal Inggris, yang sedikit menyederhanakan masalah seraya
berucap, “Apa arti sebuah nama”. Yah memang, kita tak perlu mempermasalahkan
istilah filsafat. Karena menurut hemat kami, para ulama Islam klasik selalu
mengajarkan kita filsafat ilmu, yang dalam istilah mereka disebut “Al-Mabâdi`al-‘Asyrah
Lil ‘Ulûm” atau sepuluh dasar yang harus diketahui sebelum kita mempelajari
suatu bidang ilmu. Yaitu:
definisi(pengertian) ilmu, tema (obyek), siapa (pencetusnya), relasinya
dengan ilmu lain, darimana sumbernya, bagaimana kita mempelajarinya,
keutamaannya, hukum mempelajarinya, istilah-istilah dan permasalahan seputarnya.
Jadi, jika kita menerima istilah “Al-Mabâdi` al-‘Asyrah Lil ‘Ulûm”,
mengapa kita alergi dengan istilah filsafat, yang sebenarnya adalah mekanisme
untuk mencapai esensi dan hakikat sesuatu?. Bukankah al-Qur`an dalam banyak
ayat mengajak kita untuk berpikir, merenung dan mencari hakikat?.
Filsafat
Tarbiyah Modern
Harus diakui bahwa modernitas Barat
mampu menyihir kita dengan prestasi ilmu pengetahuan serta teknologi inovatif
dan impresif. Tapi kita tidak boleh lupa, bahwa kemegahan dan kedigdayaan
modernitas Barat ini adalah produk yang pincang. Karena modernitas Barat juga
membawa berbagai petaka seperti: munculnya bermacam jenis penyakit fisik,
mental maupun spiritual yang kronis. Kezaliman, hedonisme, matinya hati nurani
dan hancurnya alam semesta bukanlah hal yang susah untuk dibuktikan. Modernitas
Barat hanya berhasil menciptakan Frankstein, sosok monster yang akhirnya
meremukkan dan meluluhlantahkan sang pembuat. Modernitas Barat yang semula
diharapkan dapat membawa manusia menuju kedamaian dan kebahagiaan, justru
melahirkan masalah dan dilema. Tidak heran jika Robert Marrison, salah seorang
pemikir MIT (Massachusetts Institute of
Technology), menyindir, “Mereka, kaum teknolog,
begitu pandai membawa Anda ke Paris hanya dalam tiga jam, tetapi tak dapat
memberi nasehat sedikitpun, sebaiknya Anda berbuat apa kalau sudah sampai di
sana”. Jika modernitas barat dipandang
mampu membebaskan manusia dari kemiskinan materi dan kebodohan, tak dapat
dipungkiri bahwa modernitas tersebut, juga berperan dalam menciptakan manusia
yang miskin nurani dan “pura-pura” tidak mengenal Tuhan.
Filsafat tarbiyah modern dibentuk oleh world-view
tentang hidup dan kehidupan, konsep manusia dengan berbagai dimensinya, konsep
alam semesta dari beragam perspektif, serta relasi antara berbagai unsur yang
terkait di dalamnya. Semua itu bersumber dari kesesatan kaum Marxis yang
menganggap bahwa agama hanyalah “candu” atau prinsip Protestanisme yang
berkeyakinan bahwa “Tuhan dan Kaisar memiliki keinginan yang berbeda”. Jadi
harus dipisahkan antara kepentingan ukhrawi dan duniawi. Bahkan seperti kata
Frederic Nietze “Tuhan telah mati”. Jika kita menilik sedikit tentang sejarah
modernitas, maka ada beberapa filsafat yang menjadi konstruksinya. Antara lain:
positivisme, relativisme, ateisme, sekulerisme, machiavelisme, hedonisme,
pragmatisme dan yang sejenisnya.
Jika kita kaitkan dengan filsafat
tarbiyah modern, maka isme-isme tadi kemudian membentuk jargon aksiologi tarbiyah duniawi an sich seperti: learn
to know, learn to do, learn to work, learn to power dsb. Sehingga standar
dan tolak ukur keberhasilan tarbiyah hanya dinilai dari kecerdasan intelektual,
prestasi akademik, karir, profesionalisme dan material achievment. Semua
itu memang tidak salah. Namun akan menjadi salah dan berbahaya, ketika semua
itu dijadikan tolak ukur satu-satunya. Ilustrasinya sebagai berikut:
- learn to know
-
yang penting aku pintar. Karena dengan kepintaranku, aku bisa membodohi dan
mengatur orang lain.
- yang penting aku pintar. Tidak perduli apakah ilmu yang
aku miliki itu destruktif.
- learn to do
-
yang penting aku dapat berkarya. Sehingga aku jadi kaya. Tidak peduli
apakah karyaku akan membuat orang lain sengsara.
-
yang penting aku dapat berbuat. Tidak perduli apakah perbuatanku akan
merusak lingkungan.
- learn to power
-
yang penting aku punya kekuatan. Tidak peduli apakah aku akan menzalimi dan
menindas orang lain.
-
yang penting aku punya kekuatan. Tidak peduli apakah aku akan menghalalkan segala cara.
- learn to work
-
yang penting aku dapat kerjaan. Tidak peduli bahwa aku lulus s1 karena
nyontek saat UAN.
-
yang penting aku punya kerjaan. Tidak peduli apakah aku ini bodoh. Selama
aku bisa beli ijazah (sertifikat), kolusi dan nepotisme, it’s oke.
Harus diakui bahwa filsafat tarbiyah modern memang
berhasil mencetak generasi yang terampil, profesional dan intelek. Namun apakah
dunia menjadi lebih aman, nyaman dan bahagia?. Sejak revolusi industri di
Inggris tahun 1760 M dan revolusi Perancis tahun 1789 M —yang digadang-gadang
menjadi era baru bagi dunia yang aman, nyaman dan bahagia— kita hanya menonton
pertunjukan perang dan konflik. Dengan segala keglamoran dan gemerlapnya,
produk tarbiyah modern gagal membawa manusia menuju hidup yang aman, nyaman dan
bahagia. Sebuah keinginan, cita-cita, dambaan dan tujuan hidup setiap insan.
Apapun suku, agama, negara dan asalnya. Lalu adakah secercah harapan? Yah,
sudah saatnya tarbiyah Islami memainkan perannya. Tentu dengan didasari
filsafat yang matang dan mapan. Mari kita simak tema selanjutnya.
Filsafat Tarbiyah dalam Al-Qur`an
Karena tema ini sangat luas dan membutuhkan kajian
intensif, maka pada kesempatan kali ini, kami hanya menukil beberapa ayat yang
menurut kami dapat merepresentasikan filsafat
tarbiyah dalam al-Qur`an.
1. Ontologi Tarbiyah Qur`aniyah.
ôs)s9 £`tB ª!$#
n?tã
tûüÏZÏB÷sßJø9$#
øÎ) y]yèt öNÍkÏù Zwqßu ô`ÏiB ôMÎgÅ¡àÿRr& (#qè=÷Gt öNÍkön=tæ
¾ÏmÏG»t#uä
öNÍkÅe2tãur ãNßgßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$#
spyJò6Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x.
`ÏB
ã@ö6s% Å"s9
9@»n=|Ê
AûüÎ7B
ÇÊÏÍÈ
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang
yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan
mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan
(jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-hikmah. Dan
sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam
kesesatan yang nyata. (Âlu-‘Imrân[3]:164).
Kesimpulannya adalah, tarbiyah Qur`aniyah adalah tarbiyah
yang:
1. Berasal dari Allah
2. Melalui guru
3. Membersihkan (memperbaiki) akal, hati dan fisik
4. Ada kedekatan emosional antara subyek dan obyek
tarbiyah
2. Epistemologi Tarbiyah Qur`aniyyah
cÎ) Îû
È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur
É#»n=ÏF÷z$#ur
È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur
;M»tUy
Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$# tbrãä.õt ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎqãZã_
tbrã¤6xÿtGtur
Îû
È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur
$uZu $tB
|Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t
y7oY»ysö6ß
$oYÉ)sù
z>#xtã
Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah di kala berdiri, duduk atau
dalam keadan berbaring. Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Âlu-‘Imrân[3]:190-191).
È@è% (#rãÝàR$#
#s$tB Îû
ÅVºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur 4 $tBur
ÓÍ_øóè?
àM»tFy$#
âäY9$#ur
`tã
7Qöqs% w tbqãZÏB÷sã ÇÊÉÊÈ
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit
dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang
memberi peringatan, bagi orang-orang yang tidak beriman".(Yûnus[10]:101).
3. Aksiologi Tarbiyah Qur`aniyah
$tBur
àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur
wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Beribadah kepada Allah:
-
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(adz-Dzâriyât[51]:56).
Nä.qè=ö7tRur Îh¤³9$$Î Îösø:$#ur
ZpuZ÷FÏù ( $uZøs9Î)ur
tbqãèy_öè?
ÇÌÎÈ
Dan Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu
dikembalikan.(al-Anbiyâ`[21]:35).
Menghayati sikon
Memaknai qodho dan qadar
È@è%ur (#qè=yJôã$# uz|¡sù
ª!$# öä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( cruäIyur
4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$#
Íoy»pk¤¶9$#ur ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ ÷LäêZä.
tbqè=yJ÷ès?
ÇÊÉÎÈ
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan
rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata,
lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.(at-Taubah[9]:105).
Ikhlas, Profesional
Lebih menghayati proses daripada hasil
öqs9ur uä!$x©
ª!$# öNà6n=yèyfs9
Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uÏj9 Îû
!$tB öNä38s?#uä
( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuöyø9$# 4 n<Î)
«!$# öNà6ãèÅ_ötB
$YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãsù
$yJÎ óOçGYä. ÏmÏù tbqàÿÎ=tFørB ÇÍÑÈ
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya
satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu (al-Mâ`idah[5]:48).
Surah an-nur[24]:27-29_
Inklusif
The best
Kompetitif
Percaya kepada keadilan dan kebijaksanaan Allah
$pkr'¯»t
â¨$¨Z9$# $¯RÎ)
ä3»oYø)n=yz
`ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur
öNä3»oYù=yèy_ur
$\qãèä©
@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) öä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz
ÇÊÌÈ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujurât[49]:13).
Komunikatif
Tawadhu
Sadar The best adalah bertakwa
y7Ï9ºs
Ü=»tGÅ6ø9$#
w |=÷u ¡ ÏmÏù ¡ Wèd
z`É)FßJù=Ïj9 ÇËÈ tûïÏ%©!$# tbqãZÏB÷sã Í=øtóø9$$Î tbqãKÉ)ãur
no4qn=¢Á9$#
$®ÿÊEur
öNßg»uZø%yu
tbqà)ÏÿZã ÇÌÈ
Kitab (al-Qur`an) ini tidak ada keraguan padanya
(sebagai) petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman
kepada yang ghaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang
Kami anugerahkan kepada mereka.(al-Baqarah[2]:2-3).
Tidak hanya memikirkan hal yang materi, fisik dan duniawi
Mempunyai keyakinan, prinsip dan karakter
Menjalankan ibadah lahiriyah
Mempunyai kepekaan sosial dan simpati
Dari nukilan beberapa ayat di atas, kita menyimak bahwa
tujuan Tarbiyah Qur`aniyah adalah mencetak insan yang ikhlas beribadah semata
demi Allah, bertakwa dan beramal kebaikan. Mengapa kita terlalu “memanjakan”
Allah?. Bukankah Allah adalah Tuhan Maha Kuasa dan Maha Tidak Membutuhkan
kepada makhluk-Nya?. Memang benar. Tapi itulah kewajiban dan kodrat kita
sebagai makhluk. Kita merasa wajib untuk berbakti kepada kedua orang tua yang
telah melahirkan, merawat dan menjaga kita. Kita merasa wajib menghormati guru
yang telah mendidik dan mengajari kita. Kita merasa wajib mematuhi atasan di
kantor sebagai bentuk komitmen kerja, atau karena takut kehilangan sumber
finansial kita. Lalu, mengapa kita tidak taat dan patuh kepada Allah, Tuhan
yang menciptakan kita, memberi kehidupan, melimpahkan segala kenikmatan,
mengatur semua makhluk dan Maha segala-galanya ???. Selain itu, perlu dipahami
secara ilmiah, bahwa pengabdian dan penghambaan kita kepada Allah bukanlah
untuk Allah, tapi kemaslahatannya kembali kepada kita. Mengapa demikian?. Mari
kita renungkan ilustrasi berikut:
-
Sebagai seorang muslim, aku harus pintar. Karena Allah mewajibkan seorang
muslim untuk menuntut ilmu dan berjanji akan mengangkat derajat orang yang
berilmu. Sehingga aku bisa membedakan antara yang halal dan haram, mengangkat
martabat bangsa, mencerdaskan umat manusia, membasmi buta huruf dan kebodohan.
-
Sebagai seorang muslim, aku harus profesional. Karena Allah mencintai orang
yang profesional. Sehingga aku bisa memberikan solusi bagi permasalahan bangsa
secara baik dan benar.
-
Sebagai seorang muslim, aku harus mempunyai kekuatan. Karena Allah
memerintahkan demikian. Sehingga dengan kekuatan, aku bisa menegakkan agama,
keadilan dan perdamaian.
-
Sebagai seorang muslim, aku harus bekerja dan berkarya. Karena hanya Allah
yang wajib kita sembah. Sedangkan orang yang malas dan tidak produktif, lebih
potensial untuk menjadi orang kafir. Yakni menjadi budak makhluk.
Jadi tidak mengherankan jika visi Tarbiyah Qur`aniyah
senantiasa diorientasikan agar kita menjadi hamba Allah yang baik, sehingga
kita bersedia mematuhi aturan dan hukum-Nya. Karena dengan begitu, kita dapat
meraih kebahagiaan dunia-akhirat. Mungkin ada yang bertanya, “Ketaatan dan
kepatuhan kita kepada Allah, apakah harus menafikan material achievment?”.
Marilah kita renungi ayat berikut:
7ͳtBöqtur ßytøÿt
cqãZÏB÷sßJø9$#
ÇÍÈ
ÎóÇuZÎ
«!$# 4 çÝÇZt ÆtB âä!$t±o
( uqèdur
âÍyèø9$#
ÞOÏm§9$# ÇÎÈ
Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu, bergembiralah
orang-orang yang beriman. Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Dia-lah Maha Perkasa lagi Penyayang.(ar-Rûm[30]:4-5).
ö@è% ô`tB tP§ym spoYÎ «!$# ûÓÉL©9$# ylt÷zr& ¾ÍnÏ$t7ÏèÏ9 ÏM»t6Íh©Ü9$#ur z`ÏB É-øÌh9$# 4 ö@è% }Ïd tûïÏ%©#Ï9 (#qãZtB#uä Îû Ío4quysø9$# $u÷R9$# Zp|ÁÏ9%s{ tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# 3 ÇÌËÈ
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan
dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah
yang mengharamkan) rezki yang baik?". Katakanlah: "Semuanya itu
(disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat". (al-A’râf[7]:32)
ô`tBur uÚtôãr&
`tã
Ìò2Ï
¨bÎ*sù ¼ã&s!
Zpt±ÏètB
%Z3Y|Ê ¼çnãà±øtwUur
uQöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# 4yJôãr& ÇÊËÍÈ
Dan siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari
kiamat dalam keadaan buta.
(Thaha[20]:124).
Æ÷tGö$#ur
!$yJÏù
9t?#uä ª!$#
u#¤$!$# notÅzFy$#
( wur [Ys?
y7t7ÅÁtR
ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur
!$yJ2 z`|¡ômr&
ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s?
y$|¡xÿø9$#
Îû
ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. (al-Qashash[28]:77).
ô`tB @ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @2s ÷rr& 4Ós\Ré&
uqèdur Ö`ÏB÷sãB
¼çm¨ZtÍósãZn=sù
Zo4quym Zpt6ÍhsÛ ( óOßg¨YtÌôfuZs9ur
Nèdtô_r&
Ç`|¡ômr'Î
$tB
(#qçR$2 tbqè=yJ÷èt ÇÒÐÈ
Siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik. Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (an-Nahl[16]:97).
Oleh :
|