Rabu, 21 Agustus 2013

TAFSIR TARBAWI


Materi I

TAFSIR TARBAWI
(apa dan mengapa?)

Pengantar dan Definisi
Rentetan sejarah tafsir al-Qur`an menceritakan kepada kita tentang proses, fase-fase dan evolusinya. Banyak referensi yang telah mengupas peta, corak, model, ittijâh (kecenderungan) serta manhaj (metode) penafsiran sejak zaman nabi hingga masa sekarang. Jika dilihat dari modelnya, maka penafsiran dapat diklasifikasikan menjadi dua. Yaitu tafsir top-down yang berangkat dari refleksi (teks) ke praksis (konteks) dan tafsir bottom-up yang berangkat dari praksis (konteks) menuju refleksi (teks). Menurut pemetaan beberapa sarjana, sejak awal hingga pertengahan abad ke-20, tafsir al-Qur`an diwarnai dengan model top-down. Namun seiring dengan tuntutan zaman, para penafsir mulai mengaplikasikan model tafsir bottom-up. Salah satu bentuknya adalah ittijâh (kecenderungan) tafsir tarbawi yang dapat didefinisikan sebagai, tafsir yang menitikberatkan pada masalah tarbiyah dalam rangka membangun peradaban yang sesuai dengan petunjuk dan spirit al-Qur`an.
Tafsir tarbawi, muncul sebagai solusi alternatif atas problematika intelektual, emosional maupun spiritual, dan meruahnya berbagai tantangan manusia yang hanyut dalam peradaban destruktif. Wacana dan isu tafsir tarbawi yang akan kita kaji antara lain:
  1. Falsafah Tarbiyah dalam al-Qur`an
  2. Falsafah Iqra’ dan keutamaan ilmu
  3. Alam semesta untuk makrifatullah
  4. Kekhalifahan manusia dalam al-Qur`an
  5. Fitrah manusia dan human dignity

Dari definisi tafsir tarbawi dan beberapa wacana yang kami sebut di atas, mungkin akan muncul pertanyaan tentang metodologi tafsir tarbawi serta dimensi filosofinya yang mencakup ontologi (apa), epistemologi (bagaimana) dan aksiologi (mengapa/untuk apa). Di sini, kami tidak secara spesifik mengupas ontologi dan epistemologi dari tafsir tarbawi, dan akan lebih intens untuk mengkaji dimensi aksiologis tafsir tarbawi. Karena tujuan dari materi ini adalah, bagaimana kita mendapatkan motivasi dan inspirasi untuk mengaplikasikan spirit tafsir tarbawi dalam kehidupan kita sehari-hari. Sehingga al-Qur`an betul-betul memainkan perannya sebagai petunjuk dan way of life bagi manusia.
Idealnya memang, kajian materi ini cukup memiliki dasar dan nuansa ketafsiran yang ilmiah, bukan sekedar pembacaan ulang dari terjemah al-Qur`an atau pencarian arti bahasanya. Karena pencarian makna kosakata dalam teks al-Qur`an, terkadang kurang memberikan pemahaman dan penghayatan yang sugestif. Apalagi jika kita sendiri tidak yakin dengan validitas penerjemahan makna al-Qur`an dan otentisitas penafsirannya.

Visi Tarbawi Al-Qur`an
          Bumi manusia selalu penuh problematika. Terlebih pada masa sekarang, di mana kondisi semakin riuh dengan segala dimensinya yang kompleks dan akut. Allah Maha Pemberi Rahmat. Dia bukanlah Tuhan yang “cuek” dengan kebingungan dan kegelisahan manusia. Al-Qur`an sebagai firman-Nya yang terakhir dan diwahyukan kepada nabi terakhir, adalah “Tali Allah” yang dapat menjadi pegangan manusia agar tidak salah menentukan dua pilihan, yaitu bahagia atau nestapa.
Sejak diturunkan secara gradual dan sporadis sesuai kebijakan Allah, al-Qur`an telah berperan dalam membebaskan manusia dari cengkeraman kesesatan, dan menjadi “Perahu Nuh” menuju keselamatan dunia-akhirat. Al-Qur`an diturunkan bukan semata untuk dibaca atau dikultuskan dalam berbagai ritual dan event. Namun dimensi makna yang terkandung dalam teks suci tersebut, memuat banyak ajaran yang mencerahkan, mencerdaskan, dan kaya dengan visi tarbawi. Oleh sebab itulah, al-Qur`an mempunyai banyak nama lain yang menjustifikasikan nilai-nilai tersebut. Misalnya Hudâ (petunjuk), Syifâ`(obat bagi penyakit umat), Furqân (pemisah antara kebenaran dan kebatilan), Nûr (cahaya), Rahmah (rahmat), Hikmah (kebijaksanaan), Busyrâ (kabar gembira) dan sebagainya. Al-Qur`an juga mempunyai beberapa sifat seperti: Majîd (jaya) dan Karîm (mulia) yang mengisyaratkan kepada kita, bahwa jika kita ingin membangun peradaban yang berjaya dan mulia, maka kita harus berpegang teguh kepada spirit dan petunjuk al-Qur`an.
          Nama-nama lain dari al-Qur`an dan sifatnya seperti dicontohkan di atas, bukanlah sekedar sebutan indah dan retoris. Namun esensinya, telah dibuktikan oleh sejarah dan realita empiris kurang lebih 13 abad. Contoh yang paling konkret dan tak terbantahkan adalah, keberhasilan al-Qur`an dalam merubah suku badui yang nomaden, ummiy (buta huruf dan buta tulis) serta tidak diperhitungkan dalam peta politik internasional, menjadi sebuah komunitas yang berhasil mengalahkan dua imperium super-power saat itu, yaitu Romawi dan Persia. Sehingga melahirkan dinasti Islam yang diakui kebesarannya oleh setiap muslim maupun non muslim.
          Harus disadari bahwa kejayaan Islam yang disebutkan di atas, sekarang sekedar menjadi sejarah dan nostalgia. Setelah Khilafah Utsmaniyah runtuh (baca:diruntuhkan) pada tahun 1924 M, maka umat Islam telah memasuki era baru yang penuh dengan duka, nestapa dan bencana. Jarum peradaban dunia berubah dan berputar. Memang demikianlah sunnatullah. Kini, umat Islam dituntut untuk mengembalikan zaman kejayaannya. Semata-mata bukan didasari oleh jiwa imperialis atau hegemonis. Namun karena umat manusia telah larut dalam kesesatan dan terlena oleh biusan peradaban destruktif. Sebuah peradaban yang telah merubah manusia menjadi lebih terkutuk daripada setan!. Agaknya, banyak manusia yang hidup di masa kini, secara substansial tidak jauh berbeda dengan generasi jahiliyah sebelum Islam datang. Dan inilah kesempatan bagi umat Islam, agar melakukan instrospeksi dan sadar dengan perannya untuk mengemban tugas mulia. Yaitu membebaskan manusia dari kesesatan menuju cahaya hidayah, yang dimulai dengan memahami al-Qur`an lalu mengamalkan dan mengoperasionalkan pesannya untuk menyelamatkan peradaban. Semoga Allah memberikan taufiq dan ridha-Nya, Amin.

Materi II

FILSAFAT TARBIYAH DALAM AL-QUR`AN
(menggagas konsep tarbiyah Islami)

Prolog
Bagi sebagian kalangan, kata filsafat cukup menebarkan was-was dan kecurigaan. Kata ini, memang mempunyai sejarah yang cukup getir dalam dinamika umat manusia. Tak terkecuali umat Islam. Di sini, kami tidak akan merepitisi hiruk pikuk dan dialektika yang hanya menebar horor maupun teror. Untuk kali ini, kami akan sependapat dengan Shakespeare, sastrawan dan dramawan kesohor asal Inggris, yang sedikit menyederhanakan masalah seraya berucap, “Apa arti sebuah nama”. Yah memang, kita tak perlu mempermasalahkan istilah filsafat. Karena menurut hemat kami, para ulama Islam klasik selalu mengajarkan kita filsafat ilmu, yang dalam istilah mereka disebut “Al-Mabâdi`al-‘Asyrah Lil ‘Ulûm” atau sepuluh dasar yang harus diketahui sebelum kita mempelajari suatu bidang ilmu. Yaitu:  definisi(pengertian) ilmu, tema (obyek), siapa (pencetusnya), relasinya dengan ilmu lain, darimana sumbernya, bagaimana kita mempelajarinya, keutamaannya, hukum mempelajarinya, istilah-istilah dan permasalahan seputarnya. Jadi, jika kita menerima istilah “Al-Mabâdi` al-‘Asyrah Lil ‘Ulûm”, mengapa kita alergi dengan istilah filsafat, yang sebenarnya adalah mekanisme untuk mencapai esensi dan hakikat sesuatu?. Bukankah al-Qur`an dalam banyak ayat mengajak kita untuk berpikir, merenung dan mencari hakikat?.


Filsafat Tarbiyah Modern
Harus diakui bahwa modernitas Barat mampu menyihir kita dengan prestasi ilmu pengetahuan serta teknologi inovatif dan impresif. Tapi kita tidak boleh lupa, bahwa kemegahan dan kedigdayaan modernitas Barat ini adalah produk yang pincang. Karena modernitas Barat juga membawa berbagai petaka seperti: munculnya bermacam jenis penyakit fisik, mental maupun spiritual yang kronis. Kezaliman, hedonisme, matinya hati nurani dan hancurnya alam semesta bukanlah hal yang susah untuk dibuktikan. Modernitas Barat hanya berhasil menciptakan Frankstein, sosok monster yang akhirnya meremukkan dan meluluhlantahkan sang pembuat. Modernitas Barat yang semula diharapkan dapat membawa manusia menuju kedamaian dan kebahagiaan, justru melahirkan masalah dan dilema. Tidak heran jika Robert Marrison, salah seorang pemikir MIT (Massachusetts Institute of Technology), menyindir, “Mereka, kaum teknolog, begitu pandai membawa Anda ke Paris hanya dalam tiga jam, tetapi tak dapat memberi nasehat sedikitpun, sebaiknya Anda berbuat apa kalau sudah sampai di sana”. Jika modernitas barat dipandang mampu membebaskan manusia dari kemiskinan materi dan kebodohan, tak dapat dipungkiri bahwa modernitas tersebut, juga berperan dalam menciptakan manusia yang miskin nurani dan “pura-pura” tidak mengenal Tuhan.
Filsafat tarbiyah modern dibentuk oleh world-view tentang hidup dan kehidupan, konsep manusia dengan berbagai dimensinya, konsep alam semesta dari beragam perspektif, serta relasi antara berbagai unsur yang terkait di dalamnya. Semua itu bersumber dari kesesatan kaum Marxis yang menganggap bahwa agama hanyalah “candu” atau prinsip Protestanisme yang berkeyakinan bahwa “Tuhan dan Kaisar memiliki keinginan yang berbeda”. Jadi harus dipisahkan antara kepentingan ukhrawi dan duniawi. Bahkan seperti kata Frederic Nietze “Tuhan telah mati”. Jika kita menilik sedikit tentang sejarah modernitas, maka ada beberapa filsafat yang menjadi konstruksinya. Antara lain: positivisme, relativisme, ateisme, sekulerisme, machiavelisme, hedonisme, pragmatisme dan yang sejenisnya.
Jika kita kaitkan dengan filsafat tarbiyah modern, maka isme-isme tadi kemudian membentuk jargon aksiologi tarbiyah duniawi an sich seperti: learn to know, learn to do, learn to work, learn to power dsb. Sehingga standar dan tolak ukur keberhasilan tarbiyah hanya dinilai dari kecerdasan intelektual, prestasi akademik, karir, profesionalisme dan material achievment. Semua itu memang tidak salah. Namun akan menjadi salah dan berbahaya, ketika semua itu dijadikan tolak ukur satu-satunya. Ilustrasinya sebagai berikut:
  1. learn to know
-      yang penting aku pintar. Karena dengan kepintaranku, aku bisa membodohi dan mengatur orang lain.
-      yang penting aku pintar. Tidak perduli apakah ilmu yang aku miliki itu destruktif.
  1. learn to do
-      yang penting aku dapat berkarya. Sehingga aku jadi kaya. Tidak peduli apakah karyaku akan membuat orang lain sengsara.
-      yang penting aku dapat berbuat. Tidak perduli apakah perbuatanku akan merusak lingkungan.
  1. learn to power
-      yang penting aku punya kekuatan. Tidak peduli apakah aku akan menzalimi dan menindas orang lain.
-      yang penting aku punya kekuatan. Tidak peduli apakah aku akan menghalalkan segala cara.
  1. learn to work
-      yang penting aku dapat kerjaan. Tidak peduli bahwa aku lulus s1 karena nyontek saat UAN.
-      yang penting aku punya kerjaan. Tidak peduli apakah aku ini bodoh. Selama aku bisa beli ijazah (sertifikat), kolusi dan nepotisme, it’s oke.

Harus diakui bahwa filsafat tarbiyah modern memang berhasil mencetak generasi yang terampil, profesional dan intelek. Namun apakah dunia menjadi lebih aman, nyaman dan bahagia?. Sejak revolusi industri di Inggris tahun 1760 M dan revolusi Perancis tahun 1789 M —yang digadang-gadang menjadi era baru bagi dunia yang aman, nyaman dan bahagia— kita hanya menonton pertunjukan perang dan konflik. Dengan segala keglamoran dan gemerlapnya, produk tarbiyah modern gagal membawa manusia menuju hidup yang aman, nyaman dan bahagia. Sebuah keinginan, cita-cita, dambaan dan tujuan hidup setiap insan. Apapun suku, agama, negara dan asalnya. Lalu adakah secercah harapan? Yah, sudah saatnya tarbiyah Islami memainkan perannya. Tentu dengan didasari filsafat yang matang dan mapan. Mari kita simak tema selanjutnya.

Filsafat Tarbiyah dalam Al-Qur`an
Karena tema ini sangat luas dan membutuhkan kajian intensif, maka pada kesempatan kali ini, kami hanya menukil beberapa ayat yang menurut kami dapat merepresentasikan filsafat tarbiyah dalam al-Qur`an.


1. Ontologi Tarbiyah Qur`aniyah.

ôs)s9 £`tB ª!$# n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$# øŒÎ) y]yèt öNÍkŽÏù Zwqßu ô`ÏiB ôMÎgÅ¡àÿRr& (#qè=÷Gtƒ öNÍköŽn=tæ ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÅe2tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê AûüÎ7B ÇÊÏÍÈ  
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Âlu-‘Imrân[3]:164).

Kesimpulannya adalah, tarbiyah Qur`aniyah adalah tarbiyah yang:
1. Berasal dari Allah
2. Melalui guru
3. Membersihkan (memperbaiki) akal, hati dan fisik
4. Ada kedekatan emosional antara subyek dan obyek tarbiyah

2. Epistemologi Tarbiyah Qur`aniyyah

žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎqãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah di kala berdiri, duduk atau dalam keadan berbaring. Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Âlu-‘Imrân[3]:190-191).
                                            
È@è% (#rãÝàR$# #sŒ$tB Îû ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 $tBur ÓÍ_øóè? àM»tƒFy$# âäY9$#ur `tã 7Qöqs% žw tbqãZÏB÷sムÇÊÉÊÈ
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan, bagi orang-orang yang tidak beriman".(Yûnus[10]:101).


3. Aksiologi Tarbiyah Qur`aniyah

$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Beribadah kepada Allah:
-
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(adz-Dzâriyât[51]:56).

Nä.qè=ö7tRur ÎhŽ¤³9$$Î ÎŽösƒø:$#ur ZpuZ÷FÏù ( $uZøŠs9Î)ur tbqãèy_öè? ÇÌÎÈ
Dan Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.(al-Anbiyâ`[21]:35).
Menghayati sikon
Memaknai qodho dan qadar

È@è%ur (#qè=yJôã$# uŽz|¡sù ª!$# öä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcrŠuŽäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤9$#ur ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.(at-Taubah[9]:105).
Ikhlas, Profesional
Lebih menghayati proses daripada hasil

öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uŠÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãŠsù $yJÎ óOçGYä. ÏmŠÏù tbqàÿÎ=tFøƒrB ÇÍÑÈ
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu (al-Mâ`idah[5]:48).

Surah an-nur[24]:27-29_
Inklusif
The best
Kompetitif
Percaya kepada keadilan dan kebijaksanaan Allah

$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) öä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujurât[49]:13).
Komunikatif
Tawadhu
Sadar The best adalah bertakwa

y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`ŠÉ)­FßJù=Ïj9 ÇËÈ tûïÏ%©!$# tbqãZÏB÷sムÍ=øtóø9$$Î tbqãKÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# $®ÿÊEur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ
Kitab (al-Qur`an) ini tidak ada keraguan padanya (sebagai) petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.(al-Baqarah[2]:2-3).
Tidak hanya memikirkan hal yang materi, fisik dan duniawi
Mempunyai keyakinan, prinsip dan karakter
Menjalankan ibadah lahiriyah
Mempunyai kepekaan sosial dan simpati

Dari nukilan beberapa ayat di atas, kita menyimak bahwa tujuan Tarbiyah Qur`aniyah adalah mencetak insan yang ikhlas beribadah semata demi Allah, bertakwa dan beramal kebaikan. Mengapa kita terlalu “memanjakan” Allah?. Bukankah Allah adalah Tuhan Maha Kuasa dan Maha Tidak Membutuhkan kepada makhluk-Nya?. Memang benar. Tapi itulah kewajiban dan kodrat kita sebagai makhluk. Kita merasa wajib untuk berbakti kepada kedua orang tua yang telah melahirkan, merawat dan menjaga kita. Kita merasa wajib menghormati guru yang telah mendidik dan mengajari kita. Kita merasa wajib mematuhi atasan di kantor sebagai bentuk komitmen kerja, atau karena takut kehilangan sumber finansial kita. Lalu, mengapa kita tidak taat dan patuh kepada Allah, Tuhan yang menciptakan kita, memberi kehidupan, melimpahkan segala kenikmatan, mengatur semua makhluk dan Maha segala-galanya ???. Selain itu, perlu dipahami secara ilmiah, bahwa pengabdian dan penghambaan kita kepada Allah bukanlah untuk Allah, tapi kemaslahatannya kembali kepada kita. Mengapa demikian?. Mari kita renungkan ilustrasi berikut:
-      Sebagai seorang muslim, aku harus pintar. Karena Allah mewajibkan seorang muslim untuk menuntut ilmu dan berjanji akan mengangkat derajat orang yang berilmu. Sehingga aku bisa membedakan antara yang halal dan haram, mengangkat martabat bangsa, mencerdaskan umat manusia, membasmi buta huruf dan kebodohan.
-      Sebagai seorang muslim, aku harus profesional. Karena Allah mencintai orang yang profesional. Sehingga aku bisa memberikan solusi bagi permasalahan bangsa secara baik dan benar.
-      Sebagai seorang muslim, aku harus mempunyai kekuatan. Karena Allah memerintahkan demikian. Sehingga dengan kekuatan, aku bisa menegakkan agama, keadilan dan perdamaian.
-      Sebagai seorang muslim, aku harus bekerja dan berkarya. Karena hanya Allah yang wajib kita sembah. Sedangkan orang yang malas dan tidak produktif, lebih potensial untuk menjadi orang kafir. Yakni menjadi budak makhluk.
Jadi tidak mengherankan jika visi Tarbiyah Qur`aniyah senantiasa diorientasikan agar kita menjadi hamba Allah yang baik, sehingga kita bersedia mematuhi aturan dan hukum-Nya. Karena dengan begitu, kita dapat meraih kebahagiaan dunia-akhirat. Mungkin ada yang bertanya, “Ketaatan dan kepatuhan kita kepada Allah, apakah harus menafikan material achievment?”. Marilah kita renungi ayat berikut:

7ͳtBöqtƒur ßytøÿtƒ šcqãZÏB÷sßJø9$# ÇÍÈ ÎŽóÇuZÎ «!$# 4 çŽÝÇZtƒ ÆtB âä!$t±o ( uqèdur âƒÍyèø9$# ÞOŠÏm§9$# ÇÎÈ
Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu, bergembiralah orang-orang yang beriman. Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia-lah Maha Perkasa lagi Penyayang.(ar-Rûm[30]:4-5).

ö@è% ô`tB tP§ym spoYƒÎ «!$# ûÓÉL©9$# ylt÷zr& ¾ÍnÏŠ$t7ÏèÏ9 ÏM»t6Íh©Ü9$#ur z`ÏB É-øÌh9$# 4 ö@è% }Ïd tûïÏ%©#Ï9 (#qãZtB#uä Îû Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# Zp|ÁÏ9%s{ tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 3 ÇÌËÈ
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?". Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat". (al-A’râf[7]:32)

ô`tBur uÚtôãr& `tã ̍ò2ÏŒ ¨bÎ*sù ¼ã&s! Zpt±ŠÏètB %Z3Y|Ê ¼çnãà±øtwUur uQöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 4yJôãr& ÇÊËÍÈ
Dan siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (Thaha[20]:124).

Æ÷tGö$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (al-Qashash[28]:77).

ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÒÐÈ
Siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (an-Nahl[16]:97).

Oleh :
toyib arifin <f161980@yahoo.com>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar