Senin, 01 Desember 2014

Proposal Penelitian Kualitatif Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sekolah merupakan sebagai suatu institut atau lembaga pendidikan yang merupakan sarana untuk melaksanakan proses pendidikan. Sekolah bukan hanya dijadikan sebagai tempat berkumpul antara guru dan siswa melainkan suatu sistem yang kompleks dan dinamis. Selain itu juga sekolah merupakan suatu wadah untuk menciptakan sosok manusia yang berpendidikan sesuai dengan visi, misi dan target yang direncanakan.
Manajemen diperlukan agar pengelolaan pendidikan di sekolah terarah melalui pengembangan visi, misi dan tujuan yang jelas. Bisa saja sekolah yang memiliki guru yang berkualitas, sarana dan prasarana yang memadai, siswa yang kualitasnya diatas rata-rata tetapi gagal dalam mewujudkan lulusan yang berkualitas. Hal ini bisa saja disebabkan karena tidak adanya visi, misi dan tujuan yang jelas, disamping kurangnya koordinasi tim kerja dengan pihak manajemen sekolah.
Tenaga pendidik dan kependidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, yang meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pamong belajar, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain sesuai dengan kekhususannya, serta berpatisipasi, dalam penyelenggaraan pendidikan.[1]
Melihat peran tenaga pendidik dan kependidikan begitu penting maka perlu adanya strategi rekrutmen (penarikan) yang bisa menghasilkan calon-calon tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional. Rekrutmen pendidik dan kependidikan adalah seperangkat kegiatan dan proses yang dipergunakan untuk memperoleh sejumlah orang yang bermutu pada tempat dan waktu yang tepat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sehingga orang dan sekolah dapat saling menyeleksi berdasarkan kepentingan terbaik masing-masing dalam jangka panjang maupun jangka pendek.[2]
Dengan pelaksanaan rekrutmen yang baik diharapkan sekolah mendapat tenaga pendidik dan kependidikan yang sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan sekolah, karena di dalam keberlangsungan kegiatan sekolah unsur manusia merupakan unsur yang sangat penting, karena kelancaran jalannya pelaksanaan program sekolah sangat ditentukan oleh orang-orang yang terlibat di dalamnya. Bagaimanapun lengkap dan modernnya fasilitas gedung, perlengkapan, alat kerja, metode dan dukungan masyarakat, akan tetapi apabila orang-orang yang ada di dalamnya kurang berkompeten terhadap setiap tugas yang diembannya, maka akan sangat sulit dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Salah satu permasalahan yang sering terjadi dalam rekrutmen tenaga pendidik dan kependidikan yaitu masalah perencanaan rekrutmen yang kurang matang sehingga sering kali terjadi kegagalan dalam pencapain tujuan sekolah karena banyak pekerjaan-pekerjaan yang harusnya dilakukan oleh beberapa orang harus dikerjakan sendiri. Hal tersebut biasanya terjadi karena kurangnya tenaga ahli dalam bidang-bidang pekerjaan tertentu. Terkadang  juga terjadi ketidaksesuaian penempatan personalia terhadap tugas dan fungsinya, misalnya menempatkan guru musik hanya berdasarkan bakat si pelamar bukan berdasarkan latar belakang pendidikan si pelamar tanpa didukung dengan pelatihan. Bahkan permasalahan tidak berhenti sampai di sini saja, mengingat peran tenaga pendidik dan kependidikan adalah pelaksana utama kegiatan pendidikan di sekolah. Tidak jarang ditemukan guru yang kurang memiliki gairah kerja dalam melakukan tugasnya, yang berakibat kurang berhasilnya tujuan yang dicapai. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah kurangnya motivasi guru sehingga dalam melakukan pekerjaannya tidak memberikan kinerja yang maksimal.
Motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologi yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai apa yang dikehendakinya.[3] Adapun faktor yang mempengaruhi motivasi kerja salah satunya adalah moral kerja. Moral kerja adalah kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.[4] Maka dalam hal ini peran kepala sekolah dan lembaga sangat penting guna menciptakan suasana yang nyaman dan membangkitkan semangat saat bekerja, atau dengan kata lain bagaimana kepala sekolah dan lembaga mempunyai visi dan misi yang jelas.
Sehubungan dengan pengertian motivasi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi terdiri dari dua dimensi, yaitu (1) dimensi dorongan internal, dan (2) dimensi dorongan ekternal. Motivasi internal adalah motivasi yang datang dari dalam diri seseorang dan tidak memerlukan rangsangan dari luar. Sedangkan motivasi ekternal adalah motivasi yang berasal dari lingkungan dan timbul karena adanya rangsangan dari luar.[5]
Berdasarkan fenomena di atas, maka perlu adanya kesadaran dari lembaga sekolah dalam perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan bahwa  perlu ada tindak lanjut dalam meningkatkan motivasi kerja secara berkelanjutan.


Dari uraian di atas penulis ingin skripsi dengan judul “STRATEGI REKRUTMEN DAN MOTIVASI KERJA TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN (Studi Kasus pada Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) BIAS Giwangan)”.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalahnya antara lain:
1.      Bagaimanakah strategi dan proses rekrutmen tenaga pendidik dan kependidikan di SDIT BIAS Giwangan Yogyakarta?
2.      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi kerja tenaga pendidik dan kependidikan di SDIT BIAS Giwangan Yogyakarta?
C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk menganalisis dan mengetahui strategi dan proses perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan di SDIT BIAS Giwangan Yogyakarta.
2.      Untuk menganalisis dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi kerja tenaga pendidik dan kependidikan di SDIT BIAS Giwangan Yogyakarta.
D.    Batasan Masalah
Agar pembahasan yang akan dipaparkan oleh penulis lebih terfokus, maka penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti hanya pada pelaksanaan strategi perekrutan dan motivasi kerja tenaga pendidik dan kependidikan yang diterapkan di SDIT BIAS Giwangan Yogyakarta sebagai suatu studi kasus.
E.     Fokus Penelitian
Fokus dari penelitian yang akan dilakukan adalah STRATEGI REKRUTMEN DAN MOTIVASI KERJA TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN (Studi Kasus pada Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) BIAS Giwangan Yogyakarta).
F.     Manfaat Penelitian
1.      Bagi Penulis 
a.       Dapat  memberikan pengetahuan  dan  menambah wawasan penulis tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan penerapan manajemen di SDIT BIAS Giwangan Yogyakarta, khususnya dalam strategi rekrutmen dan motivasi kerja tenaga pendidik dan kependidikan agar dapat bekerja lebih baik, efektif dan efisien sehingga menjadi sumber daya manusia yang lebih efektif dan produktif.
2.      Bagi Lembaga
a.       Sebagai bahan masukan untuk terus mengembangkan sekolah.
b.      Sebagai  upaya  perbaikan  serta  peningkatan  mutu  pendidikan sehingga menghasilkan out put atau lulusan yang bermutu.
c.       Sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk mendayagunakan tenaga pendidik dan kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan yang maksimal demi kemajuan lembaga.
3.      Bagi Pihak Lain yang Membacanya
a.       Memperkaya dan menambah teori-teori dalam dunia pendidikan.
b.      Dapat menjadi acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
c.       Dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan mengenai strategi perekrutan dan motivasi kerja tenaga pendidik dan kependidikan yang baik, ataupun sebagai bahan kajian lebih lanjut bagi peneliti berikutnya. 

BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Tenaga Pendidik dan Kependidikan Sekolah
1.      Pengertian Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Di dalam dunia pendidikan sumber daya manusia dikenal dengan istilah tenaga pendidik dan kependidikan.
Berdasarkan Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) Nomor 20 Tahun 2003, Bab XI pasal 39 ayat :
1)      Tenaga Kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
2)      Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil belajar, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik dan perguruan tinggi.
3)      Pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan tinggi disebut dosen.
4)      Ketentuan mengenai guru pada ayat diatur dengan undang-undang sendiri.[6]
Sedangkan pada Bab XI pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) dijelaskan mengenai hak dan kewajiban pendidik dan tenaga kependidikan, yaitu :
a.       Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh :
1)      Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.
2)      Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
3)      Pembinaan karir sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas.
4)      Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil.
5)      Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
b.      Pendidik dan kependidikan berkewajiban :
1)      Menciptakan suasan pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
2)      Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidik dan
3)      Memberikan teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.[7]
Sebagai seorang pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan sehat rohani, serta memiliki kemampuan mewujudkan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksud ialah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai berikut :
“Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi : kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB,SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan. Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga keperpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan.”[8]
Tenaga kependidikan juga dapat diartikan sebagai orang yang berperan serta dalam proses pelaksanaan pendidikan pada satuan pendidikan untuk menciptakan sosok manusia yang berpendidikan. Tenaga kependidikan merupakan orang yang membimbing, menguji, mengajar melatih peserta didik, menjadi tenaga fungsional kependidikan yang memiliki, mengawasi, meneliti dan mengembangkan perencanaan-perencanaan di bidang pendidikan.
“Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, yang meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pamong belajar, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain sesuai dengan kekhususannya, serta berpatisipasi, dalam penyelenggaraan pendidikan.”[9]
Dengan demikian, “Guru merupakan tenaga kependidikan yang tergolong sebagai pendidik. Secara yuridis guru di sekolah dasar merupakan guru kelas. Selain guru kelas, di sekolah dasar juga terdapat guru mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Dalam kondisi normal, jumlah pegawai di sekolah dasar konvesional terdiri atas yaitu enam guru, dua orang guru mata pelajaran (Pendidikan Agama dan Jasmani dan Kesehatan), satu orang Kepala Sekolah, dan satu orang pesuruh), walaupun akhir-akhir ini telah bermunculan sekolah dasar swasta yang dikelola secara profesional yang memiliki tenaga kependidikan dalam jumlah yang banyak sekali.”[10]
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia “Tenaga artinya orang yang bekerja/pekerja”,[11] “Pendidik adalah guru atau orang yang berpendidikan”,[12] sedangkan guru adalah orang yang mengajari orang lain baik di sekolah atau bukan tentang suatu ilmu pengetahuan atau tentang suatu ketrampilan,[13] maksudnya  yaitu bahwa tenaga pendidik atau guru adalah orang yang bekerja untuk menyampaikan suatu ilmu kepada orang lain baik itu ilmu pengetahuan maupun ilmu tentang suatu ketrampilan.
Dalam ilmu pendidikan, pendidik adalah tokoh masyarakat dan mereka yang mengfungsikan dirinya untuk mendidik. Siapa saja dapat menjadi pendidik dan melakukan upaya untuk mendidik secara formal ataupun nonformal. Para pendidik dikenal dengan sebutan guru atau ustadz/ah pada sekolah agama.
Perbuatan pendidik artinya seluruh kegiatan, tindakan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu menghadapi/mengasuh anak didik dengan istilah lain, yaitu sikap atau tindakan menuntun, membimbing, memberikan pertolongan dari seorang pendidik kepada anak didik menuju kepada tujuan pendidikan islam (Nur Uhbiyati, 2004:14)
Para pendidik melakukan beberapa hal yang penting dalam kaitannya dengan pendidikan, sebagaimana dijelaskan oleh Nur Uhbiyati (2005: 14-16), yaitu:
a.       Perbuatan memberikan keteladanan, yaitu berbuat yang terbaik agar layak ditiru oleh anak didiknya (Nur Uhbiyati, 2004:14).
b.      Perbuatan memberikan pembinaan, yaitu memberikan arahan kepada perbuatan yang terpuji.
c.       Perbuatan menuntun ke arah yang dijadikan tujuan pendidikan.[14]
Oleh karena itu masyarakat kita masih sangat memerlukan sosok guru yang dapat menjadi panutan dan teladan yang baik khususnya bagi anak-anak mereka sebagai peserta didik juga bagi orang tua dan masyarakat sekitar pada umumnya, sehingga masyarakat merasa aman menitipkan putra-putrinya kepada guru yang bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai pendidik.


2.      Guru yang Profesional dan Efektif
a.      Kompetensi Guru
Secara umum, ada tiga tugas guru sebagai profesi, yakni mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup; mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan; melatih berarti mengembangkan ketrampilan-ketrampilan untuk kehidupan siswa. Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab di atas, seorang guru dituntut memiliki beberapa kemampuan dan kompetensi tertentu sebagai bagian dari profesionalisme guru.[15]
Pada dasarnya, kompetensi diartikan sebagai kemampuan atau kecakapan. McLeod (1990) mendefinisikan kompetensi sebagai perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Kompetensi guru sendiri merupakan kemampuan guru dalam melaksanakan kewajiban secara bertanggung jawab dan layak di mata pemangku kepentingan.[16]
Sebagai pengajar, guru dituntut mempunyai kewenangan mengajar berdasarkan kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Sebagai tenaga pengajar, setiap guru harus memiliki kemampuan profesional dalam bidang pembelajaran. Dengan kemampuan tersebut, guru dapat melaksanakan peranannya sebagai berikut.
1)      Fasilitator, yang menyediakan kemudahan-kemudahan bagi siswa dalam proses belajar-mengajar;
2)      Pembimbing, yang membantu siswa mengatasi kesulitan pada proses belajar-mengajar;
3)      Penyedia lingkungan, yang berupaya menciptakan lingkungan belajar yang menantang bagi siswa agar mereka melakukan kegiatan belajar dengan bersemangat;
4)      Model, yang mampu memberikan contoh yang baik kepada siswa agar berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku di dunia pendidikan;
5)      Motivator, yang turut menyebarluaskan usaha-usaha pembaharuan kepada masyarakat, khususnya kepada subyek didik, yaitu siswa;
6)      Agen perkembangan kognitif, yang menyebarluaskan ilmu dan teknologi kepada siswa dan masyarakat;
7)      Manajer, yang memimpin kelompok siswa dalam kelas sehingga keberhasilan proses belajar mengajar tercapai.
Hakikat mengajar adalah proses yang mengantarkan siswa untuk belajar. Oleh karena itu, kegiatan mengajar meliputi persiapan materi, persiapan menyampaikan dan mendiskusikan materi, memberikan fasilitas, memberikan ceramah dan intruksi, memecahkan masalah, membimbing, serta mengarahkan dan memberikan motivasi.[17]
b.       Guru Profesional
Dengan pola rekrutmen dan pembinaan karir guru yang baik, akan tercipta guru yang profesional dan efektif. Untuk kepentingan sekolah, memiliki guru yang profesional dan efektif merupakan kunci keberhasilan bagi proses belajar-mengajar di sekolah. bahkan, John Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat, pernah melakukan penelitian yang hasilnya menunjukan bahwa peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran. Penelitian itu kemudian dipublikasikan dengan judul Behind the Classroom Doors, yang di dalamnya dijelaskan bahwa ketika guru telah memasuki ruang kelas dan menutup pintu kelas maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh guru.[18]
Hal tesrsebut sangat masuk akal, karena ketika proses pembelajaran berlangsung, guru dapat melakukan apa saja di kelas. Ia dapat tampil sebagai sosok yang menarik sehingga mampu menebarkan-meminjam terminologi McClelland-“virus nAch” (needs for achievement) atau motivasi berprestasi. Di dalam kelas, seorang guru juga dapat tampil sebagai sosok yang mampu membuat siswa berfikir berbeda dengan memberikan berbagai pertanyaan yang jawabannya tidak sekedar terkait dengan ya-tidak. Seorang guru di kelas dapat merumuskan pertanyaan kepada siswa yang memerlukan jawaban kreatif, imajinatif-hipotesis, dan sintesis.
Sebaliknya, dengan otoritas di kelas yang begitu besar, seorang guru tidak menutup kemungkinan akan tampil sebagai sosok yang membosankan, instruktif, dan tidak mampu menjadi idola bagi siswa. Bahkan, proses pembelajaran tersebuat secara tidak sadar mematikan kreatifitas, menumpulkan daya nalar, dan mengabaikan aspek afektif, seperti yang ditakutkan Paulo Freire dalam banking concept of education.[19]
Lantas, seperti apa suatu pekerjaan disebut profesional? C.O. Houle (1980), membuat ciri-ciri suatu pekerjaan disebut profesioanl , yaitu:
1)      Harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat;
2)      Harus berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar KKN-pen);
3)      Memiliki sistem seleksi dan sertifikasi;
4)      Ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antarsejawat;
5)      Adanya kesadaran profesioanal yang tinggi;
6)      Memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik);
7)      Memiliki sistem sanksi profesi;
8)      Adanya militansi individul;
9)      Memiliki organisasi profesi.[20]
c.       Guru Efektif
Dalam manajeman sumber daya manusia, menjadi profesioanal adalah tuntutan jabatan, pekerjaan, ataupun profesi. Hal penting yang menjadi aspek bagi sebuah profesi, yaitu sikap profesional dan kualitas kerja. Menjadi profesioanl berarti menjadi ahli di bidangnya. Seorang ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua ahli dapat menjadi berkualitas, karena menjadi berkualitas bukan hanya masalah persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan kepribadian. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep integritas dan kepribadian yang dipadupadankan dengan keahliannya.
Menjadi guru yang profesional adalah keniscayaan. Profesi guru juga sangat lekat dengan integritas dan kepribadian, bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga bangsa. Jika seorang guru tidak memiliki integritas keilmuwan dan personalitas yang mumpuni maka bangsa ini tidak akan memiliki masa depan yang baik.[21]
Semua orang mungkin bisa menjadi guru. Tetapi, menjadi guru memiliki keahlian dalam mendidik perlu pendidikan, pelatihan, dan jam terbang yang memadai. Dalam konteks tersebut, menjadi guru profesional setidaknya memiliki standar minimal, yaitu:
1)      Memiliki kemampuan intelektual yang baik;
2)      Memiliki kemampuan memahami visi dan misi pendidikan nasional;
3)      Memiliki keahlian mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa secara efektif;
4)      Memahami konsep perkembangan psikologi anak;
5)      Memiliki kemampuan mengorganisasi proses belajar;
6)      Memiliki kreatifitas dan seni mendidik.
Profesi guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh, ataupun mengajar. Ibaratnya seperti sebuah contoh lukisan yang akan dipelajari oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung pada contoh yang diberikan sang guru sebagai sosok yang digugu lan ditiru.[22]
Sebagai salah satu elemen kependidikan, seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional, dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, merdeka (bebas dari tekanan pihak luar), produktif, efektif, efisien dan inovatif serta melakukan pelayanan prima berdasarkan pada kaidah ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik yang regulatif.
Selain itu, guru profesional dituntut untut untuk memiliki tiga kemampuan.  Pertama, kemampuan kognitif, berarti guru harus menguasai materi, metode, media dan mampu merencanakan dan mengembangkan kegiatan pembelajaran. Kedua, kemampuan afektif, berarti guru memiliki akhlak yang luhur, terjaga perilakunya sehingga ia akan mampu manjadi model yang bisa diteladani oleh siswanya. Ketiga, kemampuan psikomotorik, berarti guru dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengimplementasikan ilmu yang ia miliki dalam kehidupan sehari-hari.[23]
Selain memiliki ketiga kemampuan tersebut, guru profesional juga perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif. Bagaimakah ciri-ciri guru efektif? Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas (1989), telah mengelompokannya kedalam empat kelompok besar, yaitu:
1)      Memiliki kemampuan yang terikat dengan iklim belajar di kelas, yang dapat dirinci lagi menjadi:
a)      Memiliki ketrampilan antarpersonal, khususnya kemampuan menunjukan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan;
b)      Memiliki hubungan baik dengan siswa;
c)      Mampu menerima, mengakui, memperhatikan siswa secara tulus;
d)     Menunjukan minat dan antusiasme yang tinggi dalam mengajar;
e)      Mempu menciptakan atmosfer untuk tumbuhnya kerja sama dan keakraban antar kelompok siswa;
f)       Mampu melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran;
g)      Mampu menedengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi;
h)      Mampu meminimalkan fiksi-fiksi di kelas jika ada.[24]
2)      Kemampuan yang terkait dengan starategi manajemen pembelajaran, yang meliputi:
a)      Memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menangani siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan belajar dalam proses pembelajaran;
b)      Mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berfikir yang berbeda untuk semua siswa.
3)      Memiliki kemapuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dan penguatan, yang meliputi:
a)      Mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respons siswa;
b)      Mampu memberikan respons yang bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar;
c)      Mampu memberikan tindak lanjut jawaban siswa yang kurang memuaskan;
d)     Mampu memberikan bantuan profesional kepada siswa jika diperlukan.
4)      Memiliki kemapuan yang terkait peningkatan diri, meliputi:
a)      Mampu menerapakan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif;
b)      Mampu memperluas dan menambah pengetahuan mengenai metode-metode pengajaran;
c)      Mampu memanfaatkan perencanaan guru secara kelompok untuk menciptakan dan mengembangkan metode pengajaran yang relevan.[25]

B.     Rekrutmen Tenaga Pendidik dan Kependidikan
1.      Rekrutmen
Arun Monappa dan Mirza S. Saiyadain (1979: 104) berpendapat bahwa “rekrutment is generating of applications or applicants for specific positions”. Artinya penarikan pegawai adalah memproses lamaran atau memproses calon-calon pegawai untuk posisi pekerjaaan tertentu.[26]
Dale Yoder (1981: 261) mengatakan bahwa penarikan pegawai mencangkup identifikasi dan evaluasi sumber-sumbernya, tahapan dalam keseluruhan menjadi untuk organisasi, kemudian dilanjutkan dengan mendaftar kemampuan penarikan, seleksi, penempatan, dan orientasi.[27]
Agar tenaga kerja yang akan diterima bekerja itu sesuai dengan keinginan organisasi, harus ditentukan standar tenaga kerja yang akan dibutuhkan. Standar tersebut merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Penentuan standar ini meliputi:
a.       Desain pekerjaan
b.      Tugas dan kewajiban pekerjaan untuk menentukan kemampuan kerja yang diperlukan.
Salah satu bagian penting dari proses rekrutmen adalah pengembangan suatu pernyataan tertulis mengenai isi dan lokasi dari setiap pekerjaan. Ini disebut diskripsi pekerjaan dan dalam tingkatan manajerial disebut diskripsi posisi.[28]

2.      Sumber dan Metode Perekrutan
a.      Sumber Perekrutan 
Perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan dapat ditentukan dari berbagai sumber. Prioritas utama dititik beratkan pada orientasi manejemen tenaga pendidik dan kependidikan berdasarkan pertimbangan dan kebijakan yang diambil. Keseimbangan penentuan sumber penarikan mungkin merupakan hal yang perlu mendapat pertimbangan Sumber Daya Manusia (SDM). Namun, ini tidak menjamin bahwa kelangsungan sekolah bergantung pada keseimbangan penentuan sumber tenaga pendidik dan kependidikan.
Yang jelas, masa depan sekolah salah satunya bergantung pada kelihaian manajemen SDM dalam menentukan dan memilih tenaga pendidik dan kependidikan yang cakap, sesuai dengan motif orientasi sekolah. Secara garis besar penentuan sumber tenaga pendidik dan kependidikan dapat dilakukan dengan dua sumber, yaitu perekrutan dari internal dan perekrutan dari eksternal sekolah.

1)      Sumber Internal Sekolah
Sumber internal adalah pegawai yang akan mengisi lowongan kerja yang lowongan diambil dan dalam perusahaan tersebut, yakni dengan cara memutasikan atau memindahkan pegawai yang memenuhi spesifikasi pekerjaan jabatan itu. Pemindahan karyawan bersifat vertikal (promosi ataupun demosi) maupun bersifat horizontal.[29]
Salah satu sumber perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah adalah melalui rekrutmen secara internal, artinya lembaga yang membutuhkan tenaga kerja hanya perlu membuat pengumuman mengenai lowongan pekerjaan untuk posisi yang kosong tersebut. Informasi tersebut akan menyebar dari pegawai yang satu kepada pegawai yang lain atau bisa juga terjadi mutasi beberapa pegawai dari suatu posisi yang kosong tersebut melalui rapat internal lambaga.
2)      Sumber Eksternal Sekolah
Sumber eksternal adalah karyawan/pegawai yang akan mengisi jabatan yang lowong dilakukan penarikan dari sumber-sumber tenaga kerja di luar perusahaan, antara lain berasal dari:
1.      Media cetak (koran);
2.      Media elektronik (Radio dan Televisi);
3.      Sekolah/perguruan tinggi;
4.      Rekomendasi dari para karyawan;
5.      Departemen Tenaga Kerja;
6.      Internet;
7.      Bursa Tenaga Kerja;
8.      Asosiasi-asosiasi.[30]

a.         Metode Perekrutan
1)      Metode Tertutup
Metode tertutup adalah ketika penarikan hanya diinformasikan kepada para karyawan/pegawai atau orang-orang tertentu saja.[31] Lowongan kerja dapat dicari melalui pengumuman pada papan pengumuman. Dari mulut ke mulut, surat personalia sekolah, daftar promosi berdasarkan kinerja, ranting potensial dari aktivitas-aktivitas penilaian, daftar senioritas, dan daftar yang dihasilkan oleh inventarisasi skill dalam departemen SDM sekolah.

2)      Metode Terbuka
Metode terbuka adalah ketika penarikan diinformasikan secara luas dengan memasang iklan pada media massa, cetak maupun elektronik. Agar tersebar luas ke masyarakat.[32] Metode ini biasanya digunakan untuk menjaring pelamar yang lebih banyak dan berasal dari beragam latar belakang yang berbeda baik latar belakang pendidikan, asal muasal sampai latar belakang kebudayaan si pelamar yang datang.

3.      Seleksi Pelamar
Setelah pendaftaran atau pelamaran guru baru ditutup, kegiatan berikutnya adalah seleksi atau penyaringan terhadap semua pelamar. Seleksi merupakan suatu  proses  pembuatan  perkiraan  mengenai  pelamar  yang  mempunyai kemungkinan  besar  untuk  berhasil  dalam  pekerjaanya  setelah  diangkat menjadi guru. Ada lima teknik dalam hal ini yaitu wawancara, pemeriksaan badan, biografis, dan teknik tes.[33]
Sebelum sekolah menerima karyawan/pegawai menjadi tenaga pendidik dan kependidikan tentunya ada prosedur perekrutan yang harus dilakukan dengan menggunakan tes seleksi untuk menentukan seorang karyawan/pegawai dapat diterima. Adapaun langkah-langkah seleksi meliputi sebagai berikut.
1.         Seleksi surat-surat lamaran;
2.         Pengisian blangko lamaran;
3.         Pemeriksaan refrensi;
4.         Wawancara pendahuluan;
5.         Tes penerimaan;
6.         Tes psikologi;
7.         Tes kesehatan;
8.         Wawancara akhir atasan langsung;
9.         Memutuskan diterima atau ditolak.[34]
10.   Masa Percobaan
Untuk mendapatkan keyakinan atas kemampuan calon karyawan, maka dalam undang-undang ketatanegaraan memperbolehkan untuk melakukan masa percobaan maksimum tiga bulan. Jika dalam masa percobaan calon karyawan tersebut dianggap kurang tepat, maka pengusahaan dapat nelakukan pemutusan sepihak tanpa perlu persetujuan dari pihak yang berwenang (Depnaker).[35]
4.      Strategi Rekrutmen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Sekolah
Strategi adalah suatu rencana kegiatan yang dikembangkan oleh seorang administratur untuk mencapai suatu tujuan, baik itu pribadi ataupun untuk organisasi.[37] Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai kegiatan khusus[38].
Penarikan tenaga pendidik dan kependidikan sekolah merupakan suatu proses pemikatan para calon tenaga dan kependidikan yang mempunyai kemampuan sesuai dengan rencana kebutuhan suatu lembaga pendidikan.
“Pada latar sekolah dasar, rekrutmen dapat didefinisikan sebagai aktivitas manajeman sekolah dasar yang mengupayakan didapatkannnya seorang atau lebih guru yang betul-betul potensial untuk menjadi guru kelas, guru mata pelajaran atau guru lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan guru di sekolah dasar yang bersangkutan.”[39]
Menurut E. Mulyasa “Rekrutmen yaitu suatu upaya untuk mencari dan mendapatkan calon-calon tenaga kependidikan yang memenuhi syarat sebanyak mungkin, untuk kemudian dipilih calon terbaik dan tercakap.” [40] Agar rekrutmen menghasilkan calon-calon yang qualified maka tahap selanjutnya perlu diadakan seleksi. Seleksi adalah suatu kegiatan pemilihan dan penentuan pelamar yang diterima atau ditolak untuk menjadi karyawan perusahaan. Seleksi ini didasarkan kepada spesifikasi tertentu dari setiap perusahaan bersangkutan.[41]
Kegiatan penyaringan tenaga pendidik dan kependidikan dapat dibuat selektif dengan jalan permohonan kepada kelompok khusus. Dalam kondisi tertentu mungkin terdapat kesempatan yang lebih menguntungkan untuk memperoleh tenaga pendidik dan kependidikan yang memenuhi harapan sekolah. Namun demikian, perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan kebanyakan merupakan suatu fungsi yang positif untuk mencari, menentukan, dan menarik para pencari kerja untuk mengisi formasi tenaga pendidik dan kepandidikan.
Pertimbangan yang matang dalam menentukan seleksi khusus kepada calon tenaga pendidik dan kependidikan merupakan prioritas utama. Kondisi psikologi tenaga pendidik dan kependidikan harus sejalan dengan kondisi sekolah.

C.    Motivasi Kerja Tenaga Pendidik dan Kependidikan
1.      Definisi Motivasi Kerja
Motivasi kerja merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kerja seseorang. Besar atau kecilnya pengaruh motivasi kerja seseorang tergantung pada seberapa besar motivasi tersebut dipengaruhi oleh dimensi internal dan dimensi eksternal. Dan adanya perbedaan motivasi kerja seorang tenaga pendidik dan kependidikan biasanya tercermin dalam berbagai kegiatan dan bahkan keberhasilan yang dicapai dalam melaksanakan tugasnya.
Motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologi yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai apa yang dikehendakinya. Istilah motivasi paling tidak memuat tiga unsur esensial. Pertama, faktor pendorong atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal. Kedua, tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, strategi yeng diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tersebut.”[42]
Oleh karena itu, motivasi merupakan hal yang sangat penting demi terwujudnya kinerja maksimal seorang tenaga pendidik dan kependidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.

2.      Teori-teori Motivasi
a.    Teori Patton
Menurut patton (1961), motivasi merupakan fenomena kehidupan yang sangat kompleks. Setiap individu memiliki motivasi yang berbeda dan banyak jenisnya. Motivasi menurut Patton dipengaruhi oleh dua hal, yaitu individu itu sendiri dan situasi yang dihadapinya. Dengan kata lain ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi dalam bekerja, yaitu motivasi internal dan motivasi ekternal. Lebih lanjut lagi Patton berpendapat bahwa ada seperangkat motivator yang sangat penting bagi pimpinan untuk memotivasi karyawanya. Motivator yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1.    Tuntutan akan dunia kerja;
2.    Posisi;
3.    Kepemimpinan;
4.    Persaingan;
5.    Ketakutan; dan
6.    Uang.[43]
b.         Model Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow
Abraham  H. Maslow berpendapat bahwa ada kebutuhan internal yang sangat mempengaruhi motivasi manuasia dalam bekerja. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan itu tersusun sebagai hierarki yang terdiri atas lima tingkatan kebutuhan, di mana sifatnya berjenjang. Jika kebutuhan pertama sudah terpenuhi, orang akan berusaha mencapai pemenuhan kebutuhan kedua, dan demikian seterusnya. Adapun tingkat-tingkat kebutuhan menurut Maslow tersebut adalah:
-        Tingkat 1         : fisik atau biologik.
-        Tingkat 2         : rasa aman .
-        Tingkat 3         : rasa disertakan, rasa cinta dan aktivitas sosial.
-        Tingkat 4         : rasa hormat.
-        Tingkat 5         : aktualisasi diri atau realisasi diri.[44]

c.         Tiga Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi sangat mempengaruhi produktivitas kerja. Motivasi yang tinggi akan menghasilkan produktivitas tinggi dan motivasi yang rendah akan menurunkan produktivitas. Namun demikian, tesis ini tidak dapat diterima secara mutlak, sebab banyak faktor yang mempengaruhi produktifitas tersebut. Apalagi di lembaga pendidikan, sulit menentukan ukuran produktifitas.
Motivasi guru yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas pendidikan. Akan tetapi, faktor siswa tidak kalah pentingnya, demikian juga lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Bagi administrator atau manajer, yang paling utama perlu mendapat perhatian adalah upaya membangkitkan motif  kerja staf. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi, yaitu:
a.         Gaya kepemimpinan administrator;
b.         Sikap individu; dan
c.         Situasi kerja.
Gaya kepemimpinan
Kepemimpinan dengan gaya otoriter membuat pekerja menjadi tertekan dan tak acuh dalam bekerja. Manusia tipe Y menurut McGegor atau manusia dewasa menurut Argyris perlu didekati secara demokratis. Dengan demikian perilaku kepemimpinan yang cocok adalah kepemimpinan yang situasional (sitiasional leadership).  Tugas pimpinan di sini antara lain adalah membangun kesadaran karyawannya. Bentuk-bentuk kesadaran itu antara lain:
a.         Rasa malu jika melanggar peraturan;
b.         Gaya kerja konsisten menurut situasi;
c.         Tidak menunda pekerjaan yang dapat diselesaikan sekarang;
d.        Membantu rekan yang memerlukan bantuan; dan
e.         Tepat waktu.
Sikap Individu
Ada individu yang statis dan ada pula yang dinamis. Demikian juga ada individu yang bermotivasi kerja tinggi dan ada pula yang bermotivasi kerja rendah. Situasi dan kondisi di luar diri individu memberi pengaruh terhadap motivasi. Akan tetapi yang paling membentuk adalah individu itu sendiri. Karakteristik individu yang mendukung menurunya motivasi adalah:
a.    Sikap tidak mau meraih prestasi baru;
b.    Rasa cepat puas;
c.    Cingcong atau usil; dan
d.   Lemah fisik.[45]
Situasi Kerja
Lingkungan kerja, jarak tempuh dan fasilitas yang tersedia membangkitkan motivasi, jika persyaratan terpenuhi. Tetapi apabila persyaratan tersebut tidak diperhatikan dapat menekan motivasi. Orang dapat bekerja dengan baik jika faktor pendukungnya terpenuhi begitu juga sebaliknya. Ketiga faktor di atas tidak dapat dipisahkan. Gaya kepemimpinan, sikap individu, dan situasi kerja adalah penentu motivasi.[46]

3.      Faktor-faktor Motivasi Kerja  
a.    Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi kerja menurut J. Ravianto yang di kutib oleh Susilo Martoyo adalah: atasan, rekan, sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan dan tantangan.[47]
b.    Faktor-faktor motivasi kerja menurut Kae E Chung dan Leon C. Megginson yang dikuti oleh Faustion, ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi kerja sesorang, yaitu:
1)      Faktor-faktor yang sifatnya individual adalah: kemampuan-kemampuan (abilities), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitudes), kebutuhan-kebutuhan (needs).
2)      Faktor-faktor organisasional adalah: keamanan pekerjaan (job security), pujian (praise), pengawasan (supervision), sesama pekerjaan (co-workers), pembayaran atau gaji (pay), dan pekerjaan itu sendiri (job it self).[48]

4.      Nilai-Nilai Kerja
Dewasa  ini,  bangsa  Indonesia  dihadapkan  pada  sebuah  masalah  yang bersumber  dari  perubahan-perubahan  transformatif  dan  struktural,  termasuk perubahan  sosial  dan  budaya.  Perubahan-perubahan  tersebut  terjadi  sebagai dampak  perkembangan  zaman  dan  globalisasi  yang  di  alami  bangsa  Indonesia. Perubahan-perubahan  yang  menimbulkan  gejolak  tersebut  mengancam  nilai-nilai luhur  budaya  bangsa.  Gejolak  yang  timbul  akibat  dari  perubahan  pola  pikir tersebut tidak hanya membawa konsekuensi pada perubahan fisik, tetapi juga pada perubahan tatanan dan pranata nilai, sosial, dan budaya.[49]
Terjadinya perubahan struktur masyarakat sebagai akibat dari terjadinya perubahan  orientasi  nilai  dalam  pembangunan  nasional  maupun  globalisasi, membuat  peran  pendidikan  dalam  pemberdayaan  manusia  dan  masyarakat Indonesia menjadi cukup sentral dan strategis. Menurut Farisi, dkk (1998), dalam setiap  transformasi  kultural,  ada  dua  peran  yang  harus  ditunaikan  oleh  seorang guru,  yaitu  penyinambungan  proses  budaya  (cultural continuity)  dan  peran pengubahan proses budaya  (cultural change). Kedua peran strategis ini menuntut setiap  guru  secara  kreatif,  inovatif,  dan  mandiri, serta  bertanggung  jawab  agar proses  transformasi  nilai  kultural  ini  tetap  berlandaskan  pada  nilai-nilai  luhur bangsa.[50]  Akibatnya,  pembudayaan  melalui  pendidikan,  disatu  sisi  mampu mewahanai  dan  memberikan  wawasan  dan  substansi  budaya  bagi  setiap  upaya kemandirian  dan  identitas  jatidiri  budaya  dan  bangsa.  Di  sisi  lain,  pembudayaan melalui  pendidikan  mampu  mewahanai  dan  memberikan  wawasan  dan  substansi budaya  bagi  setiap  upaya  untuk  menjadi  bangsa  yang maju.  Kedua  peran  sentral ini  sangat bergantung  pada  orientasi  nilai  yang  dimiliki  dan  diyakini  oleh  setiap guru dalam menjalankan tugas budayanya melalui pilihan kariernya dalam profesi guru.
Orientasi  nilai  merupakan  dasar  bagi  setiap  probadi  dalam  bersikap, berpikir,  berkeyakinan,  dan  dalam  pembentukan  atau  pengembangan pengetahuannya  (Selvanayagan  dalam  Farisi,  1998).  Dalam  setiap  pribadi, aktivitas  berpikir,  bersikap,  dan  bertindak  ini  senantiasa  dilakukan  secara sistematis dan konsisten atas dasar orientasi nilai yang dimiliki dan diyakini. [51]
Menurut  Harefa  (2007),  dalam  dunia  kerja  setidaknya  terdapat  empat orientasi  nilai  yang  melandasi  aktivitas  berpikir, bersikap,  dan  bertindak  seorang individu,  yakni  nilai  ekonomis,  nilai  personal,  nilai  sosial,  serta  nilai  moral-spiritual.[52]
a.         Nilai Ekonomi
Nilai  ekonomis  yang  berorientasi  pada  materi  atau  keinginan  yang didasarkan  pada  kebendaan.  Disini  juga  berarti  mengedepankan  nilai  ekonomis dari  kerja.  Seseorang  bekerja  untuk  mendapatkan  penghasilan  berupa  uang,  dan uang tersebut bisa digunakan untuk memenuhi segala sesuatu yang diinginkannya. Sebagai  seorang  guru,  dari  apapun  jasa-jasa  yang  telah  diberikan,  tidak boleh mengharapkan imbal jasa berupa apapun (sepi ing pamrih), bahkan adalah suatu  kewajiban  bagi  dirinya  untuk  dapat  menghidupi  diri  sendiri  (Farisi,  1998).[53] Di  Indonesia,  profesi  guru  termasuk  dalam  golongan sepi  ing  pamrih,  yang  juga bisa  diartikan  tidak  materialistik  sebagai  seorang guru  karena  di  Indonesia terdapat jargon “Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”.
b.    Nilai Personal
Orientasi  nilai  dalam  bekerja  selain  nilai  ekonomis  yang  dikemukakan oleh  Harefa  (2007)  adalah  Nilai  Personal.  Maksud  dari  nilai  personal  dari  kerja disini  adalah  karena  dengan  aktivitas  yang  direncanakan  itu  manusia dimungkinkan  untuk  mengalami  pertumbuhannya  ke  arah  kedewasaan  dan kemandirian. Dengan bekerja, individu dapat mengembangkan talenta dan bakat-bakat yang dititipkan Tuhan kepada manusia untuk dikembangkan, serta individu dapat meningkatkan keterampilannya dan menambah pengetahuan untuk berpikir dan  bertindak  rasional.  Dengan  menyadari  hal  ini  maka  setidaknya  manusia melihat  dirinya  sebagai physical  being  yang  bekerja  untuk  hidup,  dan  sekaligus rational being yang mampu berpikir untuk tidak asal kerja, tidak kerja asal-asalan, tapi bekerja secara rasional.[54]
c.    Nilai Sosial
Nilai  sosial  dari  kerja  dapat  diartikan  bahwa  dengan  bekerja  manusia memberikan  makna  atas  kehadirannya  dalam  suatu  komunitas  tertentu  (Harefa, 2007).  Di sini  individu  mengembangkan  jatidiri  kemanusiaannya  sebagai social- emotional  being.  Manusia  adalah  makhluk sosial  yang  hanya  mungkin mengembangkan  potensi  kemanusiaannya  jika  melihat  dirinya  dalam  suatu hubungan saling bergantung dengan orang lain. Bukan berarti manusia bergantung sepenuhnya (dependence), sebab dengan begitu manusia sama seperti parasit dan kanker  dalam  kehidupan  bermasyarakat.[55]
d.   Nilai moral-spiritual
Nilai  moral-spiritual  dari  kerja  adalah  bahwa  dengan  bekerja  kita dimungkinkan  untuk  mengakui  Tuhan  sebagai  Tuhan,  memanusiawikan  manusia (diri  sendiri  dan  sesama),  dan  alam  diberikan  Tuhan  untuk  dikelola  guna kemaslahatan  manusia  yang  sebesar-besarnya.  Inilah dimensi  “teologis”  dari kerja,  dimana  kerja  dipahami  sebagai  bagian  dari  ibadah,  sebab  kita  ini  juga moral-spiritual being (Harefa, 2007).[56]
Sinamo (2005) memasukkan nilai kerja adalah ibadah  menjadi salah satu bagian dalam bukunya 8 Etos Kerja Profesional. Sinamo berpendapat:
“Kerja  memang  ibadah,  atau  bisa  juga,  sebentuk  ibadah.  Kita  beribadah di  dua  tempat.  Pertama  di  gedung  peribadatan  seperti  gereja,  masjid, pura, dan vihara.  Kedua, di tempat kerja.  Bentuk ibadah pertama adalah ritual  rutin  sedangkan  bentuk  ibadah  kedua  adalah  olah  kerja  yang dipersembahkan kepada Tuhan.”[57]
Nilai penting terhadap penelitian perilaku organisasional karena menjadi dasar  pemahaman  sikap  dan  motivasi  individu,  dan  karena  hal  tersebut berpengaruh terhadap persepsi kita (Robbins, 2008).[58]

5.      Kepemimpinan dan Motivasi
Kepemimpinan dan motivasi merupakan dua hal yang berbeda meski memiliki tautan yang kompleks kerja dan interaksi antar-manusia organisasional. Keith Davis mengemukakan bahwa tanpa kepemimpinan organisasi hanya merupakan kelompok manusia yang kacau, tidak teratur dan tidak akan dapat melahirkan perilaku tujuan. Kepemimpinan adalah faktor manusiawi yang mengikat suatu kelompok bersama dan memberinya motivasi menuju tujuan-tujuan tertentu, baik jangka pendek maupun jangka panjang.[59]
Dari rumusan di atas, keterkaitan antara kepemimpinan dengan motivasi dapat dianalisis sebagai berikut.
a.       Tanpa kepemimpinan, organisasi tidak lain adalah sekelompok manusia yang kacau.
Kehadiran pemimpin memungkinkan manusia organisasional dimotivasi untuk dapat bekerja secara efektif dan efisien. Kelompok dengan sistem yang kurang padu dapt menurunkan produktifitas organisasi. Atas dasar itu, manusia organisasional perlu diarahkan dan dimotivasi oleh pemimpinnya agar dapat bekerja secara efektif dan efisien, dengan akuntabilitas tertentu.
b.      Kepemimpinan berkaitan dengan kepengikutan
Kepengikutan adalah bagian yang paling penting dalam usaha melahirkan perilaku organisasi yang sesungguhnya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa hakikatnya kepemimpinan adalah kepengikutan. Kepemimpinan yang baik dihasilkan dari pengikut yang baik. Manusia pengikut di sini tidak dapat di persepsikan sebagai robot, melainkan mereka adalah manusia biasa yang memiliki persaan, kebutuhan, harapan, dan aspek manusia lainnya.
c.       Kepemimpinan mengandung arti kemampuan  memotivasi.
Kompetensi bawahan antara lain tercermin dari motivasi kerjanya. Dia bekerja disebabkan oleh dua kemungkinan, yaitu benar-benar panggilan untuk berbuat atau karena diharuskan untuk melakukan tugas-tugas itu. Banyak faktor yang memmpengaruhi motivasi kerja manusia dalam bekerja. Salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang adalah gaya kepemimpinan. Dengan demikian, kepemimpinan dapat pula berarti kemampuan memberi motivasi kepada bawahan.[60]

D.    Penelitian Relevan
Putri Amalia (2010) melakukan penelitian dengan judul “Strategi Rekrutmen Tenaga Pendidik dan Kependidikan pada SDIT Darul Muttaqien Parung Bogor”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan empiris. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dan angket. Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga dan kependidikan yang berjumlah 33 orang dan semuanya dijadikan sampel. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata dari aspek penelitian strategi rekrutmen tenaga pendidik dan kependidikan pada SDIT Darul Muttaqien Parung Bogor sebesar 73,265% dan berkategori cukup baik.[61]
Arif Nur Fauzi (2011) melakukan penelitian dengan judul “Strategi Rekrutmen Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) Kota Yogyakarta Tahun 2005-2009”. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode wawancara/interview, observasi dan dokumentasi. Teknik  analisis data menggunakan kerangka berfikir induktif yaitu pola pikir yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit, untuk menarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum. Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) dalam melakukan rekrutmen anggota menggunakan langkah-langkah yang diawali dengan meakukan pemetaan sosial. Dimana pengurus Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) melihat, membaca realita sosio kultur, budaya, dan kebutuhan masyarakat. Kemudian dilanjutkan dengan menentukan prioritas sasaran, dimana memilih calon-calon kader yang sesuai yaitu kader yang cerdas. Baru setelah itu merumuskan strategi dasar (grand strategy). Kemudian melakukan metodologi rekrutmen terhadap sasaran. Setelah semua selesai diakhiri dengan pembai’atan dan evaluasi kerja. Untuk mengetahui hasil rekrutmen yang dijalankan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) berdampak efektif pada produktivitas dan kinerja organisasi.[62]






BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.    Jenis  Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yaitu penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis  dan akurat, mengenai sifat-sifat  populasi atau daerah tertentu.[63] Penelitian ini juga merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.  Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan informasi-informasi yang jelas serta lengkap yang berhubungan dengan rekrutmen dan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan di SDIT BIAS Giwangan Yogyakarta.

B.     Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDIT BIAS Giwangan Yogyakarta yang berkantor pusat di Jl. Mendung Warih 155 Giwangan Yogyakarta. Telp. 0274-389 200.
Agar kegiatan penelitian dapat berjalan lancar dan terarah, maka peneliti membuat rencana penelitian yang dijabarkan dalam rencana atau jadwal penelitian yang sebagai berikut:
NO
WAKTU
KEGIATAN
KETERANGAN
1.
11 Agustus – 4 September 2014
Penyusunan Proposal
Persetujuan proposal oleh Dosen Pembembing
2.
4 – 6 September 2014
Mengurus Perizinan Penelitian
Surat Izin penelitian dari kampus
3.

 8 – 20 September 2014
Observasi lapangan dan pengambilan data
wawancara dan dokumentasi
4.
22 – 30 SeptembeI2014
Pengolahan Data



C.    Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri atau anggota tim peneliti atau sering disebut human instrument yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.[64]
Karena dalam penelitian ini menggunawan metode wawancara, maka peneliti menyiapkan pedoman wawancara sebagai instrumennya.
  
D.    Sampel dan Sumber Data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu.[65] Peneliti memilih bagian SDM sebagai sampel dalam penelitian ini karena peneliti menganggap bahwa bagian SDM adalah orang yang paling dipercaya untuk memberikan informasi yang lengkap dan mengetahui secara menyeluruh tentang strategi rekrutmen di SDIT BIAS Giwangan Yohyakarta.
Sumber  data  utama  dalam penelitian  kualitatif  ialah  kata-kata,  dan  tindakan,  selebihnya  adalah  data tambahan  seperti  dokumen  dan  lain-lain.  Yang  dimaksud  kata-kata  dan  tindakan disini  yaitu  kata-kata  dan  tindakan  orang  yang  diamati  atau  diwawancarai merupakan  sumber  data  utama  (primer).  Sedangkan  sumber  data  lainnya  bisa berupa sumber tertulis (sekunder), dan dokumentasi seperti foto.
1.      Data primer
Data  primer  adalah  data  yang  diperoleh  secara  langsung  melalui pengamatan  dan  wawancara  dengan  informan  atau  responden.  Peneliti  akan wawancara  dengan  informan  untuk  menggali  informasi mengenai  strategi rekrutmen dan motivasi kerja tenaga pendidik dan kependidikan.
2.      Data sekunder
Data  sekunder  merupakan  data  tambahan  berupa  informasi  yang  akan melengkapi  data  primer.  Data  tambahan  yang  dimaksud  meliputi  dokumen  atau arsip didapatkan dari berbagai sumber,  foto pendukung yang sudah ada, maupun foto yang dihasilkan sendiri, serta data yang terkait dalam penelitian ini.
Dalam penelitian  ini  yang  menjadi  sumber  data  utama  adalah  Kepala Departemen SDM BIAS Yogyakarta dan Tenaga Pendidik dan Kependidikan SDIT BIAS Giwangan. Sumber  data pendukung dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah SDIT BIAS Giwangan. 

E.     Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi stustadz/ah data yang ditetapkan. Oleh karena itu agar hasil yang diperoleh dalam penelitian ini benar-benar data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, maka teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Interview / Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila penelitian ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.
Wawancara merupakan alat pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
Dalam penelitian ini peneliti memilih wawancara terstruktur demi terarahnya saat pewawancaraan dan lebih memudahkan dalam pengambilan data dan informasi yang dibutuhkan. Wawancara Terstruktur adalah sebagai teknik pengumpulan data bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam prakteknya selain membawa instrument sebagai pedoman wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan amterial lain yang dapat membantu dalam wawancara.
2.      Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunya ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
3.      Triangulasi
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggambungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Tringulasi sumber berarti, untuk mendapatkan dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.[66]

F.     Teknik Analisis Data
Penulis menganalisis data dengan analisis data model Miles and Huberman (1984) selama berada di lapangan. Telah dipahami bersama dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Aktivits dalam analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan verification atau sering dikenal dengan penarikan kesimpulan dan verifikasi.[67]
1.      Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci, untuk itu  segera dibutuhkan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. [68] Dengan   begitu, maka data yang nantinya akan dipaparkan dalam  penelitian ini akan lebih jelas dan mudah dipahami karena hanya merupakan data-data yang memberikan informasi yang penting dan memberi gambaran secara lebih menyeluruh.
2.   Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian ini penyajian data akan disajikan dengan uraian teks yang bersifat naratif.  Tujuan dalam pendisplayan data ini adalah agar hasil penelitian ini mudah untuk difahami.
3.      Verification
Langkah ketiga dalam analisi data adalah Verifikasi atau penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dengan langkah ini maka diharapkan dapat menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan sehingga menjadi suatu masalah yang sudah jelas dan mungkin dapat menemukan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. 
G.    Keabsahan Data
Untuk  mendapatkan  tingkat  kepercayaan  atau  kredibilitas  yang  tinggi sesuai dengan fakta di lapangan, maka validasi internal data penelitian  dilakukan melalui  teknik member chek  oleh  responden  setelah  peneliti  menuliskan  hasil wawancara ke dalam tabulasi data. Member chek adalah proses  pengecekan  data  oleh  peneliti  kepada  pemberi  data.  Tujuan member chek adalah  untuk  mengetahui  seberapa  jauh  data  yang  diperoleh  sesuai  dengan  apa yang diberikan oleh pemberi data.[69]
Sedangkan untuk  menguji  validitas  eksternal,  peneliti menggunakan  uji depenability dengan mengaudit keseluruhan proses penelitian. Untuk itu pengujian depenability dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Caranya dengan mengaudit keseluruhan aktivitas penelitian yang dilakukan oleh auditor yang independen yaitu dosen pembimbing.



[1] Suparlan. Guru sebagai Profesi, (Yogyakarta: Hikayat Publising, 2006), cet. 1, halaman 72-73.
[2] Panduan Diklat, Manajeman Pemberdayaan Sumber Daya Tenaga Pendidikan Kependidikan Sekolah, (Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas, 2008), halaman 8.  Skripsi Putri Amalia,<http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2529/1/PUTRI%20AMALIA-FITK.pdf >, (diakses 20 Agustus 2014)

[3] Sudarwan Danin. Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004), halaman 2.
[4] Ibid, halaman 48.
[5] E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), halaman 120.
[6]  Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) Nomor 20 Tahun 2003, Bab XI pasal 39 ayat (1) dan (2), halaman 30.

[7] Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem pendidikan Nasional) Nomor  20 Tahun 2003, Nan XI pasal 40 ayat (1) dan (2), halaman 31.
[8] http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=107/
[9] Drs. Suparlan, M. Ed. Guru sebagai Profesi, (Yogyakarta: Hikayat Publising, 2006), cet. 1, halaman 72-73.
[10] Ibrahim Bafadal, Penigkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Dalam Kerangka Manajeman Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Jakarta: Bumu  Aksara, 2008), cet. 4, halaman 18.
[11] JS Badudu, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), halaman 1473.
[12] Ibid. halaman 342.
[13] Ibid. halaman 478.
[14] Tatang S. M. Si, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012),
[15] Suyanto dan Jihad Asep, Menjadi Guru Profesional, (Jakarta : Esensi Erlangga Group, 2013), halaman 1.
[16] McLeod, ibid.
[17] Ibid, halaman1-2.
[18] John Goodlad,  Ibid, halaman 4.
[19] Paulo Freire, banking concept of education, ibid.
[20] Ibid.
[21] Ibid. halaman 5.
[22] Ibid. halaman 5.
[23] Ibid. halaman 6.
[24] Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas (1989), ibid. halaman 6-7.
[25] Ibid. halaman 7.
[26] Arun Monappa dan Mirza S. Saiyadain (1979: 104), Syukur Fatah, Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan, (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, Cet Pertama, 2012), halaman 67.
[27] Dale Yoder (1981: 261), Ibid.
[28] Syukur Fatah, Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan, (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, Cet Pertama, 2012), halaman 67-68.
[29] Hasibun Malayu S.P. Manejemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:Bumi Aksara, 2013), halaman 42.
[30] Edison Emron, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Bandung:Alfabeta, 2010), halaman 59.
[31] Hasibun Malayu S.P. Manejemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:Bumi Aksara, 2013), halaman 44.
[32] Ibid. halaman 42.
[33] Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru......., h.30 
[34] Hasibun Malayu S.P. Manejemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:Bumi Aksara, 2013), h.57
[35] Edison Emron, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Bandung:Alfabeta, 2010),h.65
[36] Edison Emron, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Bandung:Alfabeta, 2010),h.64
[37] Buskirk Richard, Teknik Manajemen Yang Sukses,(Jakarta:Cypress, 1980), halaman 1.
[38] Departemen Pendidikan Nasional,  Kamus Basar Bahasa Indonesia_Pusat Bahasa,  (Jakarta: PT Gramedia, 2008), halaman 1340.
[39] Ibrahim Bafadal, Penigkatan Profesionalisme, ... halaman 21.
[40] E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional_Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet. 2, halaman 153.
[41] Hasibun Malayu S.P. Manejemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:Bumi Aksara, 2013), halaman 47.
[42] Sudarwan Danin. Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004),h.2
[43] Patton (1961), Sudarwan Danin. Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004), halaman 28.

[44] Abraham  H. Maslow, ibid.  halaman 25.
[45] Ibid. halaman 29-30.
[46] Ibid. halaman 31.
[47] Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BPFE, 1998), halaman 155.
[48] Faustino Cordoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Andi Offset, 2003), halaman 181.
[49] Gunawan Ikhsan, Motivasi Kerja Guru Tidak Tetap Di Berbagai SMK Swasta Di Kota Semarang, Semarang: Universitas Diponegoro, 2010) halaman 44. (tidak diterbitkan) <http://eprints.undip.ac.id/23084/1/SKRIPSI_Lengkap_-_C2A006075.pdf > (diakses 8 September 2014)
[50] Farisi, (1998) Ibid.
[51] Ibid.
[52] Ibid. halaman 45.
[53] Harefa (2007), Ibid
[54] Ibid.
[55] Ibid.
[56] Ibid.
[57] Sinom (2007) Ibid.
[58] Robbins (2008) Ibid.
[59] Keith Davis, Danin Sudarwan. Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004), halaman 18.
[60] Danin Sudarwan. Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004), halaman 18-19.
[61] Putri Amalia, Strategi Rekrutmen Tenaga Pendidik dan Kependidikan pada SDIT Darul Muttaqien, Jakarta: Universitas Islam Negeri (UIN), 2010 (tidak diterbitkan) <http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2529/1/PUTRI%20AMALIA-FITK.pdf >, (diakses 20 Agustus 2014)
[62] Arif Nur Fauzi, Strategi Rekrutmen Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) Kota Yogyakarta Tahun 2005-2009, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri, 2011(diterbitkan)
[63] Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: PENERBIT SIC,  Cetakan ke 3 2010), halaman 23.
[64] Sugiyono, Metode Pendidikan pendekatan Kuantitaif, kualitatif, dan R&D,(Bandung: Penerbit Alfa Beta, 2013), halaman 306.
[65] Ibid. Halaman. 300
[66] Ibid. halaman 330.
[67] Miles and Huberman (1984), ibid. halaman 337.
[68] Ibid. halaman 338.
[69] Sugiyono, Metode Pendidikan pendekatan Kuantitaif, kualitatif, dan R&D,(Bandung: Penerbit Alfa Beta, 2013), halaman 375.

7 komentar:

  1. informasinya bermanfaat sekali gan, wah jangan lupa kunjungi balik lapak ane nih
    useful information gan, oh do not forget to visit the stall behind ane nih
    Obat Penyakit Maag
    http://obatpenyakitmaag.net/

    BalasHapus
  2. makasih berguna untuk kami sebagai refensi

    BalasHapus
  3. mantaaaap gan sangat bermanfaat sebagai referensi

    BalasHapus
  4. syukron jazakalloh
    Alhamdulillah jadi terinspirasi dan semangat

    BalasHapus
  5. Bab IV dan V nya mana, ngegantung nih. Trims ya

    BalasHapus
  6. terima kasih, memberi inspirasi pada saya

    BalasHapus